Orbituari Fathurohman
Oleh: Sudarmono Moedjari
Telepon genggam rekan kerja penulis berdering. Tak ada perhatian sedikitpun, karena memang bukan handphone penulis. Tetapi teriakan kaget rekan tersebut menghentakkan pikiran, apalagi keluar kata-kata yang tidak lazim: “meninggal”. Kekagetan itu semakin memuncak ketika rekan tersebut menyerahkan handphone kepada penulis, pertanda berita buruk ini sangat erat dengan kehidupan penulis. Sesaat dunia berhenti berputar! Suara yang tak kalah kaget dari Teh Rima diseberang sana mengabarkan Fathurohman – rekan kerja Majalah KSG koresponden di PT.KHI telah meninggal dunia jum’at pagi itu, saat menunaikan tugas sebagai koordiantor senam di PTKHI. Kematian adalah kepastian, tetapi bila tak ada tanda-tanda, sinyal-sinyal sebelumnya, kematian menjadi sebuah “tragedi” bagi sahabat, apalagi dari keluarganya.
Pembaca, barangkali Anda tidak kenal, siapa Fathurohman, apa kiprah Beliau, apa kontribusi bagi Anda, atau bagi majalah ini. Memang Beliau sosok yang rendah hati, yang tidak suka penonjolan diri, apalagi posisinya di perusahaan yang relatif “kecil”, dimana setiap akhir tahun selalu mendengarkan tokek mendendangkan kata berulang: “untung” dan “rugi”. Dengan posisi tersebut, Beliau selalu menempatkan posisi sebagai “follower”, mengamankan seluruh kebijakan dewan redaksi, tidak canggung untuk selalu mengatakan “sami’na wa atho’na” – kami dengar dan kami taat . Sikap yang hanya dimiliki oleh mereka yang sudah pada “maqom” yang sangat tinggi. Sikap yang tahu untuk menempatkan posisi, bahkan apabila harus dibelakang layar. Sikap yang akhir-akhir ini menjadi susah kita temui. Sikap yang tidak menonjolkan “elektabilitas” diatas nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kesantunan dalam berinteraksi sosial.
Pembaca, dalam drama hidup, kematian adalah kepastian. Manusia dinilai secara individual, nilai-nilai komunal hanya dijadikan referensi dalam menilai kontribusi individual. Dihadapan Tuhan, seluruh atribut keduniaan harus ditanggalkan. Apakah Anda saat ini menjadi Foreman, Supervisor, Manager, bahkan Direktur, ini semua tak ada artinya bila atribut-atribut tersebut tidak menyebabkan Anda memiliki kontribusi positif sesuai dengan otoritas amanah yang Anda pegang. Tentu semakin tinggi dan luas otoritas Anda, semakin besar jawaban yang harus Anda berikan saat berhadapan dengan Sang Kuasa.
Bagi kami, Fathurohman adalah sosok yang khas. Kehadirannya selalu ditunggu, joke-joke inspiratif selalu keluar. Konsistensi selalu terjaga, kesetiaan selalu menyertai. Hampir setiap rapat koordinasi pelaksanaan majalah, beliau selalu hadir, tidak banyak anggota Team Redaksi yang setia seperti ini, tidak terasa satu persatu mulai berguguran. Kerja sosial memang menjadi kiprah Beliau, dikantor maupun di masyarakat. Dikantor, mulai bidang humas, majalah, PKBL, desa binaan. Kemampuan dalam mengartikulasi ide-ide kedalam bahasa yang sederhana – khas Cilegon membantu merekatkan Beliau dalam strata sosial yang diikutinya.
Di masyarakat, sebagai salah satu “tokoh masyarakat” yang selalu dekat dengan kaum Ulama, membantu tugas-tugas Beliau menjadi jauh lebih sederhana. Kepesertaan Beliau di salah satu partai politik yang mengedepankan spirit moral, tetap Beliau ikuti hingga akhir hayat. Penulis masih ingat, cerita kegalauan Beliau saat ada salah satu petinggi partai di kota ini, yang selalu membawa-bawa nilai agama dalam setiap perjumpaan dengan ummat, satu saat harus melangsungkan upacara pernikahan di sebuah hotel di Jakarta. Sayang acara terselenggara dengan cara-cara yang diluar kepatutan moral agama yang diyakininya. “Kami ini ulama, masak harus menghadiri acara-acara yang seperti ini ” ….
Waktu berlalu dengan ritme yang selalu tepat. Tetapi makna hidup bisa berbeda setiap saat. Kemarin kita bisa tertawa bersama, sekarang kami harus sendiri…..Kepergianmu demikian cepat, mengingatkan kami pada cerita Rasulullah saat sakaratul maut…..Saat Jibril tak tega melihat penderitaan Rasul Utama ini, dengan santun Jibril menawarkan jasa baiknya untuk memohon kepada Allah kemudahan dalam menghadapi sakaratul maut….Rasul Utama ini menolak, dan membiarkan seluruh derita ummatnya saat sakaratul maut dibebankan ke Beliau saat itu….Barangkali inilah yang membantu ummat-ummat pilihannya menjadi mudah untuk melampaui fase-fase yang sangat menentukan ini…..
Selamat jalan Ustadz Fat…..semoga jalan lapang selalu menunggumu di surga-Nya…. (Penulis, Redaktur Pelaksana Majalah KSG)
