(Orbituari Buat Drs. Hud Sholeh Syuhada, MA)
“Mas, kenapa sih fotonya harus pakai gaya Minang?” tanya Penulis pada Kang Pemimpin Redaksi Majalah KSG. “Emangnya kenapa?” Beliau balik bertanya. “Jaman sekarang sensi lho pakai atribut Minang?”. “Ah, kamu kok ikut-ikutan nggak rasional gitu”. “Lho, tapi ini fakta psikologi ummat”. “Ah kamu, sudahlah bulan depan aku pakai gaya Sunda, bulan berikutnya pakai Jawa – pakai blankon, dan kalau perlu pakai gaya Papua...., tak jamin nggak ada spirit apa-apa selain kebetulan”. Percakapan ini terjadi saat kami ketemu pertama kali setelah Beliau dipercaya memimpin Majalah ini, dan pergantian pimpinan PTKS belum lama berselang, sehingga isu-isu sekitar pergantian pimpinan perusahaan masih berseliweran. Bila pada bulan-bulan berikutnya foto Pemimpin Redaksi dalam Majalah KSG selalu berganti-ganti gaya, ini hanyalah style Kang Pemimpin Redaksi yang sangat menghindari ke-tabu-an dan ke-jumud-an pada pemakaian atribut-atribut tampilan fisik, diluar pemikiran dan tindakan terobosan lainnya. Dua hal terakhir inilah yang sangat membekas pada penulis.
Ya, yang khas dari Kang Pemimpin Redaksi kita ini adalah keberanian melakukan terobosan pemikiran dan terobosan tindakan. Hal mana dilakukan tidak hanya saat setelah menjabat sebagai Manajer Humas PTKS, tetapi jauh-jauh hari, bahkan ketika masih membujang. Keberanian dalam melakukan terobosan tindakan ini pulalah yang menghantarkan Beliau yang masih “kuncup”, berani menjadi khatib sholat Jum’at di Masjid Al Muhajirin – CRM, tahun 1991-an. Keberanian menjadi khotib bagi seorang “Pemuda Kuncup” di ranah Banten – yang diklaim sebagai negeri santri merupakan catatan tersendiri bagi kami, dan inilah perjumpaan awal penulis dengan Beliau. Dengan isi khotbah yang cukup berani, khas anak muda, telah menghantarkan penulis pada perkenalan yang lebih intensif dengan Beliau. Diluar isi khotbahnya, seperti pada cerita awal, “pemuda kuncup” ini memakai atribut pakaian khotib yang tidak lazim: tanpa penutup kepala, dan baju koko warna-warni. Bila selanjutnya sebagian jama’ah Al Muhajirin CRM “protes” dengan atribut itu, bagi pemuda kuncup hal tersebut bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan.
Memang, urusan pakaian yang “nyleneh-nyleneh” biasa dilakukan Beliau. Bagi rekan-rekan orang tua murid SD Al AZHAR Shifa Budi Cilegon pasti ingat, tahun 2000-an Beliau biasa saja menghantarkan anak sulungnya berangkat ke sekolah naik motor dengan tidak memakai celana panjang, tetapi memakai balutan sarung. Meskipun demikian urusan sikap kritisnya jangan ditanya! Suatu saat, acara pentas seni SD Al Azhar Shifa Budi menampilkan tari-tarian dan lagu yang “agak seronok”, Beliau bilang ke penulis, “anakku kalau di rumah tak batasi nonton TV yang kurang pantas, eeehhhh disini malah dijadikan ajang pentas”.
***
Waktupun berjalan cepat. SMS Sekretaris Redaksi menutup semua kenangan lama. Memang sore sebelumnya SMS Corp. Com. kami telah memberitakan, ada SMS dari Staf Humas PTKS, bahwa kendaraan pak Hud Sholeh kecelakaan di Tol Jagorawi, Pak Hud Sholeh dirawat di RS PMI Bogor dalam kondisi kritis. Ternyata do’a rekan-rekan tidak menghentikan kecintaan Sang Khalik pada hamba-Nya. Tepat jam 08.10, 25 Agustus 2008, Beliau harus menghadap Sang Khalik.
Ingatan-ingatan saat pertama kali gagasan Majalah KSG lahir, bersama Pak Fauzi, Pak Thoha, Pak Zaenudin, Pak Khairil, Pak Nana, dan lain-lain terngiang-ngiang. Lay out awal majalah ini adalah salah satu karya Beliau saat Beliau masih di KBS. Kritik-kritik penyempurnaan terus berkumandang. Hal-hal pekerjaan teknis tidak tabu untuk terjun langsung. Tetapi bagi Penulis ini hanyalah amalan-amalan kecil belaka.
Jum’at, 22 Agustus 2008 siang, pada sebuah toko kue di Cilegon, seorang wanita keturunan menyambut jabat tangan anaknya. Baju koko rapi dikenakan, tas berisi buku Iqro’ tergenggam erat di tangannya. Bersama ribuan anak-anak Cilegon sore ini Sang Buah Hati berangkat mengaji. Tentu sasarannya adalah Taman Pendidikan Al Qur’an - TPA. Seratus lebih TPA telah tersebar merata di kota Baja ini sejak mulai dirintis tahun 1990-an. Di tempat inilah mimpi menghapuskan buta aksara Qur’an disemai. Pembinaan akhlakul karimah, kisah inspiratif para nabi dihembuskan, belajar membaca secara tartil, menulis huruf al Qur’an, bagaimana kasih sayang diajarkan dalam Islam, bagaimana keindahan al Qur’an ditularkan sejak dini.
Telah hampir 20 tahun goresan tinta emas kehidupanmu kau torehkan untuk melahirkan taman ini – Taman Pendidikan Al Qur’an. Bersama Muji, Bayu, Sanusi, Agus, dan teman-teman muda lainnya kau dobrak tradisi pendidikan Islam, bahkan di gudang kota santri ini. Kau pampangkan spanduk besar di menara Masjid tertinggi di kota baja, kau ajak seluruh komponen ummat untuk mengikuti program itu, kau ajak kaum sepuh, segenap ulama untuk mendukung program itu. Bila taman ini sekarang telah bersemi, Allah tak akan lupa bagaimana peluh keringatmu kau teteskan untuk sebuah perubahan. Perubahan yang abadi. Bersama tetesan air mata batin kami, kami ucapkan Selamat Jalan Kang Hud Sholeh Syuhada.........
*> kutipan langsung sudah melalui re-interpretasi dari penulis.
(Sudarmono.Moedjari, Redaktur Pelaksana Majalah KSG, Karyawan PT. Krakatau Information Technology)
Selasa, 28 Oktober 2008
Kebijakan Industri Nasional Kita Terkait dengan Kemandirian”
Wawancara Eksklusif dengan Bpk. Ansari Bukhari
(Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Departemen Perindustrian Republik Indonesia)
Dalam rangka Ulang Tahun PT. Krakatau Steel, Tim Liputan Utama Majalah KSG - Firman T. (Humas PTKS), Zaenudin (DPKS), dan Sudarmono.Moedjari (Krakatau IT) berkesempatan mewawancarai Anshari Bukhari - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, yang juga Komisaris PT. Krakatau Steel. Berikut ini cuplikan hasil wawancara tersebut.
Bagaimana Kebijakan Industri Nasional, terutama Kebijakan Industri Baja Nasional disusun?
Dasar pertama, kita punya RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah) atau Repelitanya pemerintahan SBY-JK pada periode 5 tahunan dari 2004-2009. Di RPJM itu salah satunya bicara mengenai pengembangan desain industri manufaktur. Itu bicara mengenai pengembangan industri manufaktur atas dasar RPJM. Selanjutnya kita membuat apa yang disebut dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN). Kalau bahasa kita dulu, KIN ini kita sebut sebagai Industrial Policy, sekarang disebut dengan KIN.
Nah, Kebijakan Industri Nasional ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden, dulu awalnya memang hanya SK Menteri. Jadi kelihatannya pengembangan industri ini tidak lepas dari dukungan instansi lain, sehingga kita tingkatkan otoritas keputusannya dalam bentuk Peraturan Presiden. Jadi, secara formal ini adalah Peraturan Presiden dimana para menteri-menteri juga mendukung sepenuhnya.
Nah di dalam KIN itu, salah satu yang kita prioritaskan adalah pengembangan industri baja. Kalau saya lihat kebijakan industri nasional kita yang utama memang terkait dengan masalah kemandirian. Sekarang ini kita lihat antara demand dan suply di dalam negeri itu belum sebanding, Demand-nya meningkast terus, kemudian suply-nya relatif stagnan, tidak terjadi peningkatan, sehingga yang kita alami sekarang adalah terjadinya peningkatan impor yang cukup besar. Setiap tahunnya yang kita perkirakan bisa mencapai 2 juta ton. Dan impor yang kita lakukan ini terutama adalah untuk baja-baja yang belum diproduksi di dalam negeri.
Untuk spesifikasi apa saja baja yang diimpor?
Baja lembaran dingin, terutama untuk kebutuhan otomotif, kebutuhan elektronik, juga baja untuk industri perkapalan, kemudian alat-alat produksi gas. Itu kan belum dapat dipenuhi dalam negeri.
Apakah untuk keperluan tersebut perlu spesifikasi khusus?
Ya, kalau kita istilahkan sebagai special steel, baja-baja spesifikasi khusus. Kita biasanya menggunakan istilah itu. Arahan kita ke depan sebenarnya kita mengharapkan bagaimana ketergantungan impor yang terus meningkat ini lama-lama dihentikan, itu yang kita inginkan. Nah, saya pikir ini terkait juga dengan apa yang selama ini dicanangkan oleh Krakatau Steel sebagai ”Steel as National Power”. Kita mengharapkan memang kapasitas nasional kita ini mencapai 10 juta ton. Dari 10 juta ton itu yang 5 juta ton atau 50 % nya dari PTKS, sisanya baru dari industri-industri yang lain. Itu yang menjadi target kita.
Untuk mewujudkan 10 juta ton ini, kita juga ingin menggunakan sumber daya nasional atau sumber daya lokal. Kita ketahui sekarang PTKS/industri-industri yang lain itu bahan bakunya, dalam bentuk pellet atau dalam bentuk scrab, dsb masih di impor, juga PTKS kan pelletnya atau sponge iron-nya 100% masih kita impor. Target Pak Wakil Presiden, 20-30% dari kebutuhan bahan baku itu dapat disuplai dari dalam negeri.
Bagaimana potensi Sumber Daya-nya?
Kalau kita melihat potensinya, bahan baku iron ore dan energi batu baranya, 2 potensi ini sebenarnya terbesar ada di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan. Memang ada masalah, pertama potensi tambang kita itu skater (tersebar), tidak terpenuhi dalam jumlah besar pada satu tambang tertentu. Dia cenderung tersebar dalam kilometer yang kecil-kecil.
Kedua adalah kualitasnya, berdasarkan studi/kajian yang yang dilakukan PTKS umumnya Iron ore kita kadar ferro-nya dibawah 60%, atau sekitar 58 %. Padahal, secara teori minimal harus diatas 63 %. (Firman T., Darmono)
(Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Departemen Perindustrian Republik Indonesia)
Dalam rangka Ulang Tahun PT. Krakatau Steel, Tim Liputan Utama Majalah KSG - Firman T. (Humas PTKS), Zaenudin (DPKS), dan Sudarmono.Moedjari (Krakatau IT) berkesempatan mewawancarai Anshari Bukhari - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, yang juga Komisaris PT. Krakatau Steel. Berikut ini cuplikan hasil wawancara tersebut.
Bagaimana Kebijakan Industri Nasional, terutama Kebijakan Industri Baja Nasional disusun?
Dasar pertama, kita punya RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah) atau Repelitanya pemerintahan SBY-JK pada periode 5 tahunan dari 2004-2009. Di RPJM itu salah satunya bicara mengenai pengembangan desain industri manufaktur. Itu bicara mengenai pengembangan industri manufaktur atas dasar RPJM. Selanjutnya kita membuat apa yang disebut dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN). Kalau bahasa kita dulu, KIN ini kita sebut sebagai Industrial Policy, sekarang disebut dengan KIN.
Nah, Kebijakan Industri Nasional ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden, dulu awalnya memang hanya SK Menteri. Jadi kelihatannya pengembangan industri ini tidak lepas dari dukungan instansi lain, sehingga kita tingkatkan otoritas keputusannya dalam bentuk Peraturan Presiden. Jadi, secara formal ini adalah Peraturan Presiden dimana para menteri-menteri juga mendukung sepenuhnya.
Nah di dalam KIN itu, salah satu yang kita prioritaskan adalah pengembangan industri baja. Kalau saya lihat kebijakan industri nasional kita yang utama memang terkait dengan masalah kemandirian. Sekarang ini kita lihat antara demand dan suply di dalam negeri itu belum sebanding, Demand-nya meningkast terus, kemudian suply-nya relatif stagnan, tidak terjadi peningkatan, sehingga yang kita alami sekarang adalah terjadinya peningkatan impor yang cukup besar. Setiap tahunnya yang kita perkirakan bisa mencapai 2 juta ton. Dan impor yang kita lakukan ini terutama adalah untuk baja-baja yang belum diproduksi di dalam negeri.
Untuk spesifikasi apa saja baja yang diimpor?
Baja lembaran dingin, terutama untuk kebutuhan otomotif, kebutuhan elektronik, juga baja untuk industri perkapalan, kemudian alat-alat produksi gas. Itu kan belum dapat dipenuhi dalam negeri.
Apakah untuk keperluan tersebut perlu spesifikasi khusus?
Ya, kalau kita istilahkan sebagai special steel, baja-baja spesifikasi khusus. Kita biasanya menggunakan istilah itu. Arahan kita ke depan sebenarnya kita mengharapkan bagaimana ketergantungan impor yang terus meningkat ini lama-lama dihentikan, itu yang kita inginkan. Nah, saya pikir ini terkait juga dengan apa yang selama ini dicanangkan oleh Krakatau Steel sebagai ”Steel as National Power”. Kita mengharapkan memang kapasitas nasional kita ini mencapai 10 juta ton. Dari 10 juta ton itu yang 5 juta ton atau 50 % nya dari PTKS, sisanya baru dari industri-industri yang lain. Itu yang menjadi target kita.
Untuk mewujudkan 10 juta ton ini, kita juga ingin menggunakan sumber daya nasional atau sumber daya lokal. Kita ketahui sekarang PTKS/industri-industri yang lain itu bahan bakunya, dalam bentuk pellet atau dalam bentuk scrab, dsb masih di impor, juga PTKS kan pelletnya atau sponge iron-nya 100% masih kita impor. Target Pak Wakil Presiden, 20-30% dari kebutuhan bahan baku itu dapat disuplai dari dalam negeri.
Bagaimana potensi Sumber Daya-nya?
Kalau kita melihat potensinya, bahan baku iron ore dan energi batu baranya, 2 potensi ini sebenarnya terbesar ada di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan. Memang ada masalah, pertama potensi tambang kita itu skater (tersebar), tidak terpenuhi dalam jumlah besar pada satu tambang tertentu. Dia cenderung tersebar dalam kilometer yang kecil-kecil.
Kedua adalah kualitasnya, berdasarkan studi/kajian yang yang dilakukan PTKS umumnya Iron ore kita kadar ferro-nya dibawah 60%, atau sekitar 58 %. Padahal, secara teori minimal harus diatas 63 %. (Firman T., Darmono)
Kita Perlu Menyadari, Kita Melakukan Kesalahan
Wawancara Ekslusif dengan Ahmad Syafii Ma’arif
(Mantan Ketua Umum Muhammadiyah)
Sumpur Kudus – sebuah desa di Sumatra Barat. Tidak banyak orang yang tahu peranan desa ini dalam kancah kesejarahan Republik ini. Padahal di “desa” inilah sejarah penting Republik Indonesia pernah tertoreh. Tidak tanggung-tanggung, peranan desa yang baru teraliri listrik pada tahun 1990-an adalah sebagai ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia – PDRI bermarkas. Jadi selayaknyalah kita dapat menempatkan Sumpur Kudus setara dengan kota Yogyakarta yang pernah tercatat sebagai ibukota RI pada saat awal perjuangan Republik ini.
Dan tidak ada yang menyangkal, pengangkatan kembali rekaman peran desa ini ke memori ratusan ribu rakyat Indonesia dipelopori oleh Syafii Ma’arif. Lewat kolom tetap di sebuah harian nasional, ratusan ribu pembaca setia membaca diskripsi peran desa itu yang ditulis oleh “buah desa”nya yang telah menjadi tokoh nasional tersebut. Buya Syafii dikenal memiliki integritas yang tinggi, dan dengan setia mengawal sprit moral kejujuran, kesederhanaan, kesetiaan, keadilan dengan bingkai ke Indonesiaan dan ke-Islaman. Dan spirit itu ditularkannya pada pembaca setianya di tanah air. Jabatan formal sebagai Guru Besar IKIP Yogjakarta, mantan Ketua Umum Muhammadiyah tidak menghapus peranan lebih Beliau sebagai inspirator bagi banyak ummat. Kata pengantar Beliau menjadi idaman penulis muda untuk pentasbihan bobot tulisan penulis muda tersebut bagi buku yang akan diterbitkan, termasuk Andrea Hirata pada Laskar Pelangi edisi pertama.
Ramadhan 1429 H, hari ke 19, Penulis, bersama Bapak Fazwar Bujang, Pak Humaedi, Pak Firman, Pak Zaenudin, Pak Hari Santos dan Pak Dede Rusli berkesempatan berbicang-bincang dengan salah satu tokoh penting dalam percaturan arus reformasi 1998. Berikut ini beberapa cuklipan dialog dengan Buya Syafii.
Dar: Dalam tulisan-tulisan Bapak kami menangkap pesan kesuraman pada semua sektor dan pertumbuhan bangsa ini. Sebetulnya, masih adakah harapan dan masa depan Bangsa Indonesia?
Buya: Itu tergantung. Apakah Anda menilai PTKS masih punya masa depan? Kalau Anda menilai PTKS masih punya masa depan, berarti Indonesia juga harus punya masa depan.
Dar: Apa kira-kira titik-titik yang dapat membangkitkan spirit dan harapan kedepan? Padahal kita bisa membaca fakta-fakta bagaimana dominannya porsi asing pada kepemilikan aset-aset nasional kita (seperti Indosat, Telkomsel, Bank Danamon, BII, Niaga, dsb). Juga bagaimana perilaku penegak hukum kita yang tidak punya malu menggandaikan amanah hanya untuk mendapatkan uang.
Buya: Saya rasa anak muda sekarang banyak yang belum muncul, padahal mereka punya idealisme. Dia mencintai (bangsanya, red.) luar biasa. Dulu kan Krakatau Steel juga mau dijual (dan ditentang oleh masyarakat sebagian pemuda, red). Seperti sekarang Indosat. Coba lihat Indosat mau di beli Qatar (dijual dengan harga sangat tinggi oleh Temasek, red). Untungnya sudah berapa itu. Dengan mudah kita menjual aset negara.
Dar: Oleh karena itu titik spirit apa yang membangkitkan harapan kita?
Buya: Yang pertama adalah kita perlu menyadari bahwa kita melakukan kesalahan. Kalau sudah kita sadari lalu kita perbaiki dan ambil langkah-langkah yang berorientasi pada penyelamatan masa depan kita.
Dar: Mulai dari siapa?
Buya: Dari level atas sampai level bawah termasuk juga perusahaan-perusahaan.
Dar: Kalau bicara masalah pemimpin. Tentu kita harus melihat pola suksesi kepemimpinan. Sementara kalau kita melihat pola suksesi kepemimpinan, hampir di tingkatan mana pun, mulai dari rekrutmen pegawai negeri sampai ke rekrutmen politik, rasanya nuansa uangnya sangat kental. Jadi harapan untuk lahirnya pemimpin yang mampu merubah itu rasanya jauh banget.
Buya: Iya. Saya rasa di mulai dengan dari kepemimpinan puncak. Presiden harus bersikap decisive (tegas, red), harus selalu mengambil tindakan yang tidak populer, dihitung untuk kepentingan masyarakat. Itu kita yang masih kurang.
Dar: Apakah demokrasi memungkinkan itu?
Buya: Nah persoalannya begini, kita ini kan sudah berpengalaman bermacam-macam sistem politik, demokrasi. Dulu pernah zaman 50-an kita menerapkan sistem demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal kemudian gagal karena partai-partai politik yang pada waktu itu dipimpin oleh kaum intelektual saat tidak mementingkan kepentingan negara melainkan mementingkan kepentingan dirinya sendiri atau golongannya. Mereka lebih sibuk dengan kepentingan mereka sendiri, jadi tesisnya demokrasi liberal mengalami kegagalan. Selanjutnya ada demokrasi yang lebih dikenal orang dengan nama demokrasi pancasila. Tetapi itu juga tidak jauh berbeda, karena secara politik itu tetap otoriter. Ekonomi yang diterapkan juga kapitalistik, itu enggak klop lagi dengan kita.
Tetapi tentang demokrasi ini, sebegitu jauh peradaban manusia itu belum menemukan sistem yang lebih baik. Demokrasi ditangan orang tidak bertanggung jawab bisa menjadi sumber malapetaka. Nah dengan demikian apakah kita ingin kembali lagi ke sistem yang otoriter? Tidak. Demokrasi ini harus kita jaga, demokrasi ini secara berangsur-angsur - tapi tidak terlalu lama berlarut-larut di tangan politisi – harus diperbaiki. Pemimpin yang bertanggung jawab, bertanggung jawab itu artinya tidak menyalahgunakan, kalau sekarang politisi kita ini kan mencari makan, lalu politik itu menjadi mata pencahariannya.
Dar: Kalau melihat mekanisme partai politik, tidak ada satu pola audit dan pengendalian ekternal (seperti di perusahaan yang mengenal auditor publik, komite audit, sertifikasi manajemen mutu dan sebagainya). Padahal saat ini, kunci sukses kita dalam berdemokrasi terletak pada kualitas partai politik.
Buya: Ya, ada sebabnya, jadi demokrasi kita ini kan dibunuh cukup lama. Demokrasi yang memberdayakan masyarakat dan warga itu kan dibunuh, lalu Habibie membuka keran demokrasi begitu lebar secara berangsur, munculah instant politicians, politisi yang secara mendadak muncul dan tidak ada kesiapan, disamping itu juga karena mengalami kejatuhan ekonomi moneter dan lalu sebagian memang orang itu tidak siap secara ekonomi, oleh sebab itu politisi lahir untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga masing – masing. Tetapi hal itu jangan terlalu berlama – lama, saya tidak tahu apakah 2009 bisa mengubah keadaan, tapi banyak orang yang tidak terlalu optimis , walaupun ada pergantian. Barangkali hal itu terjadi pada tahun 2014.
Persoalan kita, apakah lautan kemiskinan yang terjadi sekarang ini bisa diatasi, itu transparan sekali. Apabila standar 2 dolar per kepala perhari, maka angka kemiskinan kita tinggi sekali, lebih dari seratus juta dari seluruh rakyat dan rata – rata kita dibawah garis kemiskinan.
Jadi saya rasa pemimpin harus melihat realitas sebenarnya, kalau hanya berangan-angan kita tidak bisa.
Seperti kolega dekatnya – Amien Rais, dalam banyak tulisannya, Buya Syafii juga sangat “geram” dengan penjualan aset-aset bangsa yang strategis. Oleh karena itu Buya Syafii juga amat prihatin terhadap rencana penjualan PTKS melalui strategic sale. Upaya-upaya juga Beliau lakukan agar PTKS tidak sampai dijual melalui strategic sale ini. Saat wawancara berlangsung beberapa saat, Pak Fazwar Bujang baru datang. Beliau menyampaikan “courtesy call” yang cukup menarik. Sayang untuk tidak kami sampaikan disini.
FB: Jadi ada yang ingin laporkan Pak, Alhamdulillah kemarin sore jam 15.20 wib. DPR sudah memutuskan. Komisi XI, Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN memutuskan bahwa Krakatau Steel di privatisasi dengan IPO tidak dengan Strategic Partner. Itu yang sangat kita harapkan. Rupanya ada hikmah dan nikmat di bulan Ramadhan ini.
Buya: Jadi tidak di Indosatkan gitu ya..... Syukurlah.
Buya: Ya pertanyaan tadi bagus sekali, apakah bangsa ini punya masa depan. Kalau Krakatau Steel punya masa depan maka bangsa ini punya masa depan.
FB: Jadi minggu yang lalu, cuma saya lupa harinya Pak. The Jakarta Post kalau gak salah sabtu apa minggu. Itu ada survei mengenai kekhawatiran rakyat indonesia. Dan sangat mengagetkan, 70% mengatakan kekhawatiran utama rakyat Indonesia adalah terjadinya perpecahan bangsa, disintegrasi. Dari sampel yang menurut mereka sangat representatif, sangat mendekati.
Buya: Itu dimana saya belum terbaca?
FB: Bapak bisa baca di Jakarta Post, atau Bapak bisa melihat di internet .
Buya: Apakah di situ disebutkan bentuk separatisme atau kelompok-kelompok mana yang menyebabkan disintegrasi?
FB: Disintegrasi karena berbagai faktor pak, bukan karena ketidakpuasan daerah pusat saja.
Disintegrasi dari kondisi ekonomi seperti ini. Kemudian yang lain juga disurvei, negara mana yang dianggap mempunyai peranan besar, kalau itu akibat permainan negara-negara asing. Maka mayoritas responen merasa permainan Amerika, yang kedua Singapora dan Malaysia. Karena memang merasa kalau sebetulnya mereka berkepentingan seperti itu. Australia nomor 3, supaya Indonesia lemah jadi pecah.
Buya: Apakah Malaysia berpikir seperti itu? Mungkin orang merasa dengan langkah-langkah Malaysia yang katakanlah menyerobot hutan, mencuri kayu itu diartikan sebagai unsur yang akan menghancurkan perekonomian yang ujung-ujungnya disintegrasi? Kalo Malaysia memang begitu, dia konyol itu..
Dar: Ya mungkin karena itu Pak .. dikit-dikit kan kita selalu disinggung nasionalisme kita oleh Malaysia. Yang masalah klaim kepemilikan Reog Ponorogo, keris, batik, lagu, dan sebagainya. Sehingga hal itu menjadi satu ancaman bagi masyarakat kita. Bukankah survey tersebut bersifat persepsi masyarakat?
Berdialog dengan Buya Syafii terasa sangat nyaman. Karena luasnya pemahaman Beliau pada berbagai masalah, mulai antropologi, sosiologi, budaya, politik, theologi, dsb. Disamping itu, sebagai mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, wawassan tersebut tidak saja diuji pada ranah teori tetapi juga pada tataran praksis.
Dar: Saat ini banyak kelompok-kelompok puritan baru yang lahir dan mempengaruhi opini publik, bagaimana pandangan Buya tentang gejala ini?
Buya: Tidak banyak sebenarnya mereka, karena mereka hanya vokal saja.
Dar: Tetapi bukankah mereka sangat solid?
Buya: Iya tetapi juga penyebab utamanya yaitu ada faktor domestik, pemerintah tidak bertindak tegas.
Dar: Atau masalah lainnya, karena peranan Muhammadiyah yang mulai berkurang peminatnya?
Buya: Ya bisa juga begitu, Muhammadiyah sibuk mengurusi di dirinya sendiri.
Dar: Ya, kami amati pergerakan Muhammadiyah tingkat konfliknya sangat tinggi, dan apa yang diteriakkan Pak Amien dengan pemberantasan KKN, di Muhammadiyah gejala itu juga tidak kurang-kurangnya terjadi.
Buya: Ada sebabnya, karena Muhammadiyah merupakan bagian dari Bangsa, mungkin belum mampu menciptakan alternatif buat bangsa ini. Kalo bangsa ini bobrok, maka ikut bobroklah semuanya itu..itulah yang saya lihat.
Waktu sangat terbatas, Buya Syafii harus segera mempersiapkan diri untuk memberikan tauziah di Masjid As-Salam, maka dengan berat hati wawancara harus diakhiri disini. Masih banyak pertanyaan mengganjal. Entah kapan kami bisa berdialog lagi dengan Sang Penjaga Moral ini... (Sudarmono Moedjari, Krakatau Information Technology)
(Mantan Ketua Umum Muhammadiyah)
Sumpur Kudus – sebuah desa di Sumatra Barat. Tidak banyak orang yang tahu peranan desa ini dalam kancah kesejarahan Republik ini. Padahal di “desa” inilah sejarah penting Republik Indonesia pernah tertoreh. Tidak tanggung-tanggung, peranan desa yang baru teraliri listrik pada tahun 1990-an adalah sebagai ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia – PDRI bermarkas. Jadi selayaknyalah kita dapat menempatkan Sumpur Kudus setara dengan kota Yogyakarta yang pernah tercatat sebagai ibukota RI pada saat awal perjuangan Republik ini.
Dan tidak ada yang menyangkal, pengangkatan kembali rekaman peran desa ini ke memori ratusan ribu rakyat Indonesia dipelopori oleh Syafii Ma’arif. Lewat kolom tetap di sebuah harian nasional, ratusan ribu pembaca setia membaca diskripsi peran desa itu yang ditulis oleh “buah desa”nya yang telah menjadi tokoh nasional tersebut. Buya Syafii dikenal memiliki integritas yang tinggi, dan dengan setia mengawal sprit moral kejujuran, kesederhanaan, kesetiaan, keadilan dengan bingkai ke Indonesiaan dan ke-Islaman. Dan spirit itu ditularkannya pada pembaca setianya di tanah air. Jabatan formal sebagai Guru Besar IKIP Yogjakarta, mantan Ketua Umum Muhammadiyah tidak menghapus peranan lebih Beliau sebagai inspirator bagi banyak ummat. Kata pengantar Beliau menjadi idaman penulis muda untuk pentasbihan bobot tulisan penulis muda tersebut bagi buku yang akan diterbitkan, termasuk Andrea Hirata pada Laskar Pelangi edisi pertama.
Ramadhan 1429 H, hari ke 19, Penulis, bersama Bapak Fazwar Bujang, Pak Humaedi, Pak Firman, Pak Zaenudin, Pak Hari Santos dan Pak Dede Rusli berkesempatan berbicang-bincang dengan salah satu tokoh penting dalam percaturan arus reformasi 1998. Berikut ini beberapa cuklipan dialog dengan Buya Syafii.
Dar: Dalam tulisan-tulisan Bapak kami menangkap pesan kesuraman pada semua sektor dan pertumbuhan bangsa ini. Sebetulnya, masih adakah harapan dan masa depan Bangsa Indonesia?
Buya: Itu tergantung. Apakah Anda menilai PTKS masih punya masa depan? Kalau Anda menilai PTKS masih punya masa depan, berarti Indonesia juga harus punya masa depan.
Dar: Apa kira-kira titik-titik yang dapat membangkitkan spirit dan harapan kedepan? Padahal kita bisa membaca fakta-fakta bagaimana dominannya porsi asing pada kepemilikan aset-aset nasional kita (seperti Indosat, Telkomsel, Bank Danamon, BII, Niaga, dsb). Juga bagaimana perilaku penegak hukum kita yang tidak punya malu menggandaikan amanah hanya untuk mendapatkan uang.
Buya: Saya rasa anak muda sekarang banyak yang belum muncul, padahal mereka punya idealisme. Dia mencintai (bangsanya, red.) luar biasa. Dulu kan Krakatau Steel juga mau dijual (dan ditentang oleh masyarakat sebagian pemuda, red). Seperti sekarang Indosat. Coba lihat Indosat mau di beli Qatar (dijual dengan harga sangat tinggi oleh Temasek, red). Untungnya sudah berapa itu. Dengan mudah kita menjual aset negara.
Dar: Oleh karena itu titik spirit apa yang membangkitkan harapan kita?
Buya: Yang pertama adalah kita perlu menyadari bahwa kita melakukan kesalahan. Kalau sudah kita sadari lalu kita perbaiki dan ambil langkah-langkah yang berorientasi pada penyelamatan masa depan kita.
Dar: Mulai dari siapa?
Buya: Dari level atas sampai level bawah termasuk juga perusahaan-perusahaan.
Dar: Kalau bicara masalah pemimpin. Tentu kita harus melihat pola suksesi kepemimpinan. Sementara kalau kita melihat pola suksesi kepemimpinan, hampir di tingkatan mana pun, mulai dari rekrutmen pegawai negeri sampai ke rekrutmen politik, rasanya nuansa uangnya sangat kental. Jadi harapan untuk lahirnya pemimpin yang mampu merubah itu rasanya jauh banget.
Buya: Iya. Saya rasa di mulai dengan dari kepemimpinan puncak. Presiden harus bersikap decisive (tegas, red), harus selalu mengambil tindakan yang tidak populer, dihitung untuk kepentingan masyarakat. Itu kita yang masih kurang.
Dar: Apakah demokrasi memungkinkan itu?
Buya: Nah persoalannya begini, kita ini kan sudah berpengalaman bermacam-macam sistem politik, demokrasi. Dulu pernah zaman 50-an kita menerapkan sistem demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal kemudian gagal karena partai-partai politik yang pada waktu itu dipimpin oleh kaum intelektual saat tidak mementingkan kepentingan negara melainkan mementingkan kepentingan dirinya sendiri atau golongannya. Mereka lebih sibuk dengan kepentingan mereka sendiri, jadi tesisnya demokrasi liberal mengalami kegagalan. Selanjutnya ada demokrasi yang lebih dikenal orang dengan nama demokrasi pancasila. Tetapi itu juga tidak jauh berbeda, karena secara politik itu tetap otoriter. Ekonomi yang diterapkan juga kapitalistik, itu enggak klop lagi dengan kita.
Tetapi tentang demokrasi ini, sebegitu jauh peradaban manusia itu belum menemukan sistem yang lebih baik. Demokrasi ditangan orang tidak bertanggung jawab bisa menjadi sumber malapetaka. Nah dengan demikian apakah kita ingin kembali lagi ke sistem yang otoriter? Tidak. Demokrasi ini harus kita jaga, demokrasi ini secara berangsur-angsur - tapi tidak terlalu lama berlarut-larut di tangan politisi – harus diperbaiki. Pemimpin yang bertanggung jawab, bertanggung jawab itu artinya tidak menyalahgunakan, kalau sekarang politisi kita ini kan mencari makan, lalu politik itu menjadi mata pencahariannya.
Dar: Kalau melihat mekanisme partai politik, tidak ada satu pola audit dan pengendalian ekternal (seperti di perusahaan yang mengenal auditor publik, komite audit, sertifikasi manajemen mutu dan sebagainya). Padahal saat ini, kunci sukses kita dalam berdemokrasi terletak pada kualitas partai politik.
Buya: Ya, ada sebabnya, jadi demokrasi kita ini kan dibunuh cukup lama. Demokrasi yang memberdayakan masyarakat dan warga itu kan dibunuh, lalu Habibie membuka keran demokrasi begitu lebar secara berangsur, munculah instant politicians, politisi yang secara mendadak muncul dan tidak ada kesiapan, disamping itu juga karena mengalami kejatuhan ekonomi moneter dan lalu sebagian memang orang itu tidak siap secara ekonomi, oleh sebab itu politisi lahir untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga masing – masing. Tetapi hal itu jangan terlalu berlama – lama, saya tidak tahu apakah 2009 bisa mengubah keadaan, tapi banyak orang yang tidak terlalu optimis , walaupun ada pergantian. Barangkali hal itu terjadi pada tahun 2014.
Persoalan kita, apakah lautan kemiskinan yang terjadi sekarang ini bisa diatasi, itu transparan sekali. Apabila standar 2 dolar per kepala perhari, maka angka kemiskinan kita tinggi sekali, lebih dari seratus juta dari seluruh rakyat dan rata – rata kita dibawah garis kemiskinan.
Jadi saya rasa pemimpin harus melihat realitas sebenarnya, kalau hanya berangan-angan kita tidak bisa.
Seperti kolega dekatnya – Amien Rais, dalam banyak tulisannya, Buya Syafii juga sangat “geram” dengan penjualan aset-aset bangsa yang strategis. Oleh karena itu Buya Syafii juga amat prihatin terhadap rencana penjualan PTKS melalui strategic sale. Upaya-upaya juga Beliau lakukan agar PTKS tidak sampai dijual melalui strategic sale ini. Saat wawancara berlangsung beberapa saat, Pak Fazwar Bujang baru datang. Beliau menyampaikan “courtesy call” yang cukup menarik. Sayang untuk tidak kami sampaikan disini.
FB: Jadi ada yang ingin laporkan Pak, Alhamdulillah kemarin sore jam 15.20 wib. DPR sudah memutuskan. Komisi XI, Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN memutuskan bahwa Krakatau Steel di privatisasi dengan IPO tidak dengan Strategic Partner. Itu yang sangat kita harapkan. Rupanya ada hikmah dan nikmat di bulan Ramadhan ini.
Buya: Jadi tidak di Indosatkan gitu ya..... Syukurlah.
Buya: Ya pertanyaan tadi bagus sekali, apakah bangsa ini punya masa depan. Kalau Krakatau Steel punya masa depan maka bangsa ini punya masa depan.
FB: Jadi minggu yang lalu, cuma saya lupa harinya Pak. The Jakarta Post kalau gak salah sabtu apa minggu. Itu ada survei mengenai kekhawatiran rakyat indonesia. Dan sangat mengagetkan, 70% mengatakan kekhawatiran utama rakyat Indonesia adalah terjadinya perpecahan bangsa, disintegrasi. Dari sampel yang menurut mereka sangat representatif, sangat mendekati.
Buya: Itu dimana saya belum terbaca?
FB: Bapak bisa baca di Jakarta Post, atau Bapak bisa melihat di internet .
Buya: Apakah di situ disebutkan bentuk separatisme atau kelompok-kelompok mana yang menyebabkan disintegrasi?
FB: Disintegrasi karena berbagai faktor pak, bukan karena ketidakpuasan daerah pusat saja.
Disintegrasi dari kondisi ekonomi seperti ini. Kemudian yang lain juga disurvei, negara mana yang dianggap mempunyai peranan besar, kalau itu akibat permainan negara-negara asing. Maka mayoritas responen merasa permainan Amerika, yang kedua Singapora dan Malaysia. Karena memang merasa kalau sebetulnya mereka berkepentingan seperti itu. Australia nomor 3, supaya Indonesia lemah jadi pecah.
Buya: Apakah Malaysia berpikir seperti itu? Mungkin orang merasa dengan langkah-langkah Malaysia yang katakanlah menyerobot hutan, mencuri kayu itu diartikan sebagai unsur yang akan menghancurkan perekonomian yang ujung-ujungnya disintegrasi? Kalo Malaysia memang begitu, dia konyol itu..
Dar: Ya mungkin karena itu Pak .. dikit-dikit kan kita selalu disinggung nasionalisme kita oleh Malaysia. Yang masalah klaim kepemilikan Reog Ponorogo, keris, batik, lagu, dan sebagainya. Sehingga hal itu menjadi satu ancaman bagi masyarakat kita. Bukankah survey tersebut bersifat persepsi masyarakat?
Berdialog dengan Buya Syafii terasa sangat nyaman. Karena luasnya pemahaman Beliau pada berbagai masalah, mulai antropologi, sosiologi, budaya, politik, theologi, dsb. Disamping itu, sebagai mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, wawassan tersebut tidak saja diuji pada ranah teori tetapi juga pada tataran praksis.
Dar: Saat ini banyak kelompok-kelompok puritan baru yang lahir dan mempengaruhi opini publik, bagaimana pandangan Buya tentang gejala ini?
Buya: Tidak banyak sebenarnya mereka, karena mereka hanya vokal saja.
Dar: Tetapi bukankah mereka sangat solid?
Buya: Iya tetapi juga penyebab utamanya yaitu ada faktor domestik, pemerintah tidak bertindak tegas.
Dar: Atau masalah lainnya, karena peranan Muhammadiyah yang mulai berkurang peminatnya?
Buya: Ya bisa juga begitu, Muhammadiyah sibuk mengurusi di dirinya sendiri.
Dar: Ya, kami amati pergerakan Muhammadiyah tingkat konfliknya sangat tinggi, dan apa yang diteriakkan Pak Amien dengan pemberantasan KKN, di Muhammadiyah gejala itu juga tidak kurang-kurangnya terjadi.
Buya: Ada sebabnya, karena Muhammadiyah merupakan bagian dari Bangsa, mungkin belum mampu menciptakan alternatif buat bangsa ini. Kalo bangsa ini bobrok, maka ikut bobroklah semuanya itu..itulah yang saya lihat.
Waktu sangat terbatas, Buya Syafii harus segera mempersiapkan diri untuk memberikan tauziah di Masjid As-Salam, maka dengan berat hati wawancara harus diakhiri disini. Masih banyak pertanyaan mengganjal. Entah kapan kami bisa berdialog lagi dengan Sang Penjaga Moral ini... (Sudarmono Moedjari, Krakatau Information Technology)
Kamis, 07 Agustus 2008
Jembatan Emas
“Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu?
Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka!
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun ‘33 saya telah menulis satu risalah, Risalah yang bernama „Mencapai Indonesia Merdeka". Maka di dalam risalah tahun ‘33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas . Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, - in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah „jembatan" itu diletakkan oleh Ibn saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi arabia. Orang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, - semuanya diseberang jembatan.
Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannnya tuan-tuan punya semangat, -jikalau tuan-tuan demikian-, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, pada hal semboyan Indonesia merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan „INDONESIA MERDEKA SEKARANG". Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang! Sekarang! Sekarang!“
***
Inilah teriakan Sang Bung, saat mempersiapkan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan Indonesia, 1 Juni – 60 tahun yang lalu. Badan yang dinamakan “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai" dimana Sang Bung merupakan salah satu anggotanya, telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945. Pada akhir sidang pertama itulah prinsip-prinsip dasar bernegara disampaikan oleh Sang Bung. Kita sekarang mengenal pidato tersebut sebagai pidato Lahirnya Pancasila.
Dan prinsip-prinsip dasar tersebut pada akhirnya diterjemahkan dalam 2,5 bulan berikutnya. 17 Agustus 1945. Tanpa modal apapun Sang Bung beserta rekan-rekannya memasang bendera merah putih didepan rumahnya, sambil membaca catatan Deklarasi Kemerdekaan.
Tidak terasa, roda sejarah telah berputar 60 kali. Jembatan demi jembatan telah selesai dibangun oleh Sang Bung dan para penerusnya. Sang Arsitek (yang benar-benar insinyur arsitek, meskipun karya arsitekturnya penuh kegagalan) telah menorehkan arsitektur pertama, dan paling mendasar – Jembatan Emas kemerdekaan. Dengan prinsip dasar seperti yang Beliau impikan dalam pidato tersebut.
Jembatan emas kemerdekaan telah dibangun oleh generasi Sang Bung. Kereta sejarah terus bergulir, Jembatan kedua –entah emas, entah kertas – yang mengharuskan talak 3 pada faham komunisme juga telah diresmikan oleh Pak Harto. Amien Rais telah memimpin pondasi terowongan baru menuju cita-cita Sang Bung dengan merombak pondasi politik dasar negeri ini. Diantara lintasan tersebut, Habibie, Gus Dur, Megawati juga telah berperan tidak kalah pentingnya dalam setiap stasiun kereta sejarah Republik ini.
Kali ini Pak SBY telah bersumpah akan membawa kita ke Terowongan Emas, menuju harapan bersama, tanpa korupsi, tanpa nepotisme, tanpa kong kalikong. Negeri yang akan menjadi makmur, adil dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap rangkaian sejarah selalu ada saja penumpang gelap, pedagang gelap, bahkan masinis gelap yang berpeluang membelokkan arah kereta. Saatnya kita waspada pada mereka, jangan sampai mereka menentukan arah sejarah sesuai dengan mimpi buruk mereka. Kita harus benar-benar waspada! Dan yang utama jangan-jangan kitalah mereka itu! Saatnya berintrospeksi diri, dan selalu ingat musuh terbesar selalu menempel pada hati kita.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati budaya & teknologi)
Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka!
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun ‘33 saya telah menulis satu risalah, Risalah yang bernama „Mencapai Indonesia Merdeka". Maka di dalam risalah tahun ‘33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas . Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, - in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah „jembatan" itu diletakkan oleh Ibn saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi arabia. Orang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, - semuanya diseberang jembatan.
Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannnya tuan-tuan punya semangat, -jikalau tuan-tuan demikian-, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, pada hal semboyan Indonesia merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan „INDONESIA MERDEKA SEKARANG". Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang! Sekarang! Sekarang!“
***
Inilah teriakan Sang Bung, saat mempersiapkan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan Indonesia, 1 Juni – 60 tahun yang lalu. Badan yang dinamakan “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai" dimana Sang Bung merupakan salah satu anggotanya, telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945. Pada akhir sidang pertama itulah prinsip-prinsip dasar bernegara disampaikan oleh Sang Bung. Kita sekarang mengenal pidato tersebut sebagai pidato Lahirnya Pancasila.
Dan prinsip-prinsip dasar tersebut pada akhirnya diterjemahkan dalam 2,5 bulan berikutnya. 17 Agustus 1945. Tanpa modal apapun Sang Bung beserta rekan-rekannya memasang bendera merah putih didepan rumahnya, sambil membaca catatan Deklarasi Kemerdekaan.
Tidak terasa, roda sejarah telah berputar 60 kali. Jembatan demi jembatan telah selesai dibangun oleh Sang Bung dan para penerusnya. Sang Arsitek (yang benar-benar insinyur arsitek, meskipun karya arsitekturnya penuh kegagalan) telah menorehkan arsitektur pertama, dan paling mendasar – Jembatan Emas kemerdekaan. Dengan prinsip dasar seperti yang Beliau impikan dalam pidato tersebut.
Jembatan emas kemerdekaan telah dibangun oleh generasi Sang Bung. Kereta sejarah terus bergulir, Jembatan kedua –entah emas, entah kertas – yang mengharuskan talak 3 pada faham komunisme juga telah diresmikan oleh Pak Harto. Amien Rais telah memimpin pondasi terowongan baru menuju cita-cita Sang Bung dengan merombak pondasi politik dasar negeri ini. Diantara lintasan tersebut, Habibie, Gus Dur, Megawati juga telah berperan tidak kalah pentingnya dalam setiap stasiun kereta sejarah Republik ini.
Kali ini Pak SBY telah bersumpah akan membawa kita ke Terowongan Emas, menuju harapan bersama, tanpa korupsi, tanpa nepotisme, tanpa kong kalikong. Negeri yang akan menjadi makmur, adil dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap rangkaian sejarah selalu ada saja penumpang gelap, pedagang gelap, bahkan masinis gelap yang berpeluang membelokkan arah kereta. Saatnya kita waspada pada mereka, jangan sampai mereka menentukan arah sejarah sesuai dengan mimpi buruk mereka. Kita harus benar-benar waspada! Dan yang utama jangan-jangan kitalah mereka itu! Saatnya berintrospeksi diri, dan selalu ingat musuh terbesar selalu menempel pada hati kita.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati budaya & teknologi)
Budaya Bersendikan Akhlakul Karimah (2)
Budaya, akal budi, pikiran manusia, memiliki dimensi yang sangat luas, menyangkut semua aspek kehidupan. Budaya lahir dari interaksi komponen-komponen kehidupan yang sangat panjang dan lama. Ilustrasi budaya Yogyakarta, Surabaya, Madura, dan Minang pekan kemarin menunjukkan contoh konkret perbedaan budaya antar wilayah, yang masing-masing wilayah memiliki parameter yang berbeda.
Budaya Yogyakarta, lahir dari pergumulan pasang naik pasang surut peranan raja-raja Jawa. Suksesi raja Jawa yang penuh dengan intrik, determinasi raja bagi “kaum kawulo” merupakan beberapa hal yang cukup berpengaruh bagi budaya tersebut. Gaya-gaya feodalistis sangat terasa bahkan sampai sekarang.
Suasana berbeda dialami oleh komunitas Surabaya. Tidak adanya pusat kerajaan yang cukup berpengaruh pasca Raja Airlangga menyebabkan masyarakat disini terasa sangat cair. Apalagi sejak lama kota ini telah dikenal sebagai kota industri. Sikap egaliter menjadi “trade mark” masyarakat Surabaya.
Ada banyak aspek budaya yang sering tidak disadari. Pertama, budaya tidaklah bersifat statis, tetap, dan tidak bisa diubah-ubah. Termasuk cabang kebudayaan yang bersifat adi luhung : kesenian. Budaya sangatlah dinamis, setiap hari kita cenderung berubah karena interaksi dengan lingkungan kita. Kehadiran media masa baru telah mempengaruhi kecepatan perubahan tersebut. Kesenian (terutama seni tari dan seni pertunjukan) juga selayaknya berubah. Kita seringkali masih menyaksikan pertunjukan seni tari dan seni pertunjukan ini masih sama persis dengan pertunjukan nenek moyang kita. Dampak nyata pada pandangan statis kebudayaan pada bidang seni pertunjukan adalah kekurangan greget pada tiap gebyak budaya, dan selanjutnya penonton menjadi tidak berminat, generasi muda juga tidak berminat dan ujungnya pelan tapi pasti seni pertunjukan tanpa apresiasi baru akan menuju “kepunahan”.
Kedua kita memiliki hak yang syah untuk menentukan, dan merubah arah budaya kita. Meskipun tidak selalu benar, inisiatif rekayasa budaya yang dilakukan Hitler untuk tlatah Jerman dengan melakukan pemilihan “bibit unggul” manusia Jerman dapat dipandang sebagai upaya meningkatan kualitas budaya Jerman untuk satu generasi kedepan.
Inisiatif pelestarian budaya masa lalu harusnya dianggap syah apabila memang budaya masa lalu tersebut seiring dengan jaman kini atau memang budaya masa lalu memiliki keunggulan nilai yang patut dipertahankan. Tidak selalu budaya masa lalu lebih adi luhung dengan budaya sekarang.
***
Kisah sukses rekayasa budaya yang paling monumental tercatat dalam sejarah manusia modern adalah transformasi masyarakat Arab jahiliyah menuju masyarakat Muslim. Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt dalam waktu kurang dari 1 generasi telah merubah tatanan kehidupan saling membunuh, pelecehan wanita, perbudakan akut, penafian hak-hak kaum miskin menjadi tatanan bangsa yang menghargai harkat sesama, taat azas, jujur, dan selalu taat pada acuan dasar berkeTuhanan. Prinsip dasar yang dijadikan acuan adalah Al-Qur’an sebagai UUD kehidupan dan tradisi Rasululloh (Hadits) sebagai petujuk pelaksanaannya. Inilah dasar-dasar ber-akhlakul karimah.
Dalam bulan Ramadhan ini, prinsip rekayasa budaya telah kita praktekkan secara nyata, dan masal. Dalam Ramadhan ini kita dilatih bagaimana berbudaya dengan baik, bagaimana parktek berinteraksi dengan sesama, berinteraksi dengan kaum miskin, kedisiplinan makan-minum, dan lain-lain. Andaikan langkah-langkah kita di bulan Ramadhan kita “copy paste” untuk bulan-bulan yang lain maka insyaAllah masyarakat berbudaya tinggi akan lahir di bumi pertiwi ini.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati budaya)
Budaya Yogyakarta, lahir dari pergumulan pasang naik pasang surut peranan raja-raja Jawa. Suksesi raja Jawa yang penuh dengan intrik, determinasi raja bagi “kaum kawulo” merupakan beberapa hal yang cukup berpengaruh bagi budaya tersebut. Gaya-gaya feodalistis sangat terasa bahkan sampai sekarang.
Suasana berbeda dialami oleh komunitas Surabaya. Tidak adanya pusat kerajaan yang cukup berpengaruh pasca Raja Airlangga menyebabkan masyarakat disini terasa sangat cair. Apalagi sejak lama kota ini telah dikenal sebagai kota industri. Sikap egaliter menjadi “trade mark” masyarakat Surabaya.
Ada banyak aspek budaya yang sering tidak disadari. Pertama, budaya tidaklah bersifat statis, tetap, dan tidak bisa diubah-ubah. Termasuk cabang kebudayaan yang bersifat adi luhung : kesenian. Budaya sangatlah dinamis, setiap hari kita cenderung berubah karena interaksi dengan lingkungan kita. Kehadiran media masa baru telah mempengaruhi kecepatan perubahan tersebut. Kesenian (terutama seni tari dan seni pertunjukan) juga selayaknya berubah. Kita seringkali masih menyaksikan pertunjukan seni tari dan seni pertunjukan ini masih sama persis dengan pertunjukan nenek moyang kita. Dampak nyata pada pandangan statis kebudayaan pada bidang seni pertunjukan adalah kekurangan greget pada tiap gebyak budaya, dan selanjutnya penonton menjadi tidak berminat, generasi muda juga tidak berminat dan ujungnya pelan tapi pasti seni pertunjukan tanpa apresiasi baru akan menuju “kepunahan”.
Kedua kita memiliki hak yang syah untuk menentukan, dan merubah arah budaya kita. Meskipun tidak selalu benar, inisiatif rekayasa budaya yang dilakukan Hitler untuk tlatah Jerman dengan melakukan pemilihan “bibit unggul” manusia Jerman dapat dipandang sebagai upaya meningkatan kualitas budaya Jerman untuk satu generasi kedepan.
Inisiatif pelestarian budaya masa lalu harusnya dianggap syah apabila memang budaya masa lalu tersebut seiring dengan jaman kini atau memang budaya masa lalu memiliki keunggulan nilai yang patut dipertahankan. Tidak selalu budaya masa lalu lebih adi luhung dengan budaya sekarang.
***
Kisah sukses rekayasa budaya yang paling monumental tercatat dalam sejarah manusia modern adalah transformasi masyarakat Arab jahiliyah menuju masyarakat Muslim. Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt dalam waktu kurang dari 1 generasi telah merubah tatanan kehidupan saling membunuh, pelecehan wanita, perbudakan akut, penafian hak-hak kaum miskin menjadi tatanan bangsa yang menghargai harkat sesama, taat azas, jujur, dan selalu taat pada acuan dasar berkeTuhanan. Prinsip dasar yang dijadikan acuan adalah Al-Qur’an sebagai UUD kehidupan dan tradisi Rasululloh (Hadits) sebagai petujuk pelaksanaannya. Inilah dasar-dasar ber-akhlakul karimah.
Dalam bulan Ramadhan ini, prinsip rekayasa budaya telah kita praktekkan secara nyata, dan masal. Dalam Ramadhan ini kita dilatih bagaimana berbudaya dengan baik, bagaimana parktek berinteraksi dengan sesama, berinteraksi dengan kaum miskin, kedisiplinan makan-minum, dan lain-lain. Andaikan langkah-langkah kita di bulan Ramadhan kita “copy paste” untuk bulan-bulan yang lain maka insyaAllah masyarakat berbudaya tinggi akan lahir di bumi pertiwi ini.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati budaya)
Jalan Raya Daendels
Bagi kita yang di Banten sebagai perantauan, perjalanan mudik menjelang lebaran merupakan tradisi rutin yang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Bagi sebagian besar pemudik yang melalui perjalanan darat, sudah barang tentu pesinggungan dengan Jalan Raya Daendels pasti terjadi. Tetapi bagaimana jalan raya Daendels dibangun, kita sangat sedikit mengetahuinya, bahkan mana saja bagian jalan raya tersebut yang masih tersisa, sangat susah ditelusuri.
Pembangunan Jalan Raya Daendels, merupakan sejarah penting bagi pembangunan peradaban modern tanah Jawa. Pembangunan jalan raya ini telah memperpendek waktu tempuh antar kota-kota penting di Jawa. Anyer- Jakarta (Batavia) saat Daendels mendarat pertama kali di tanah Jawa harus ditempuh selama empat hari, empat malam. Seusai pembangunan jalan raya, waktu tempuhnya hanya satu hari saja! Usai proyek ini, maka kota-kota Anyer, Cilegon, Banten Lama, Serang, Tangerang, Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang, Cirebon dan dilanjutkan ke Brebes, Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, sampai ke Panarukan terhubung dengan Jalan Raya Pos Daendels
Pembangunan jalan ini juga tercatat sebagai prestasi monumental kelas dunia seorang Daendels dalam memimpin Hindia Belanda. Jalan sepanjang 1000 kilometer dikerjakan hanya dalam waktu sekitar satu tahun (1808)! Bandingkan dengan Jalan Tol Cipularang sepanjang 100 kilometer yang harus dibangun dalam waktu lebih dari 3 tahun. Tanpa alat berat, tanpa komputer, tanpa kalkulator, tanpa bantuan modal investasi luar negeri yang menjerat!
Dalam sejarah, Banten mencatatkan diri sebagai kota penting dalam karir Daendels sebagai Gubernur Jendral Belanda. Menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan Anyer, 5 Januari 1808, Daendels mengemban misi mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Angkatan Laut Inggris. Pertarungan Perancis-Inggris di Eropa yang menyeret Belanda dalam kungkungan Pemerintahan Perancis memaksa Hindia Belanda jatuh pada pengaruh Perancis (Napoleon Bonaparte). Daendels yang berdarah Belanda tetapi memiliki pandangan ideologi pembebasan Perancis ditunjuk untuk memimpin mengamankan posisi Hindia Belanda.
Perjalanan panjang menuju Hindia Belanda harus dilalui memutar melewati pantai Amerika, untuk menghindari gejolak perang memaksa Daendels membuang segala identitasnya (dan mengganti nama dengan nama istrinya), termasuk beslit pengangkatannya sebagai Gubernur Jendral. Tanpa surat apapun Daendels tiba di Anyer. Perlu waktu 4 hari, 4 malam sebelum sampai ke Batavia. Kesan mendalam perjalanan pertama ini memunculkan inisiatif untuk segera “membangun” jalan Anyer-Batavia, yang selanjutnya merembet sampai ke Panarukan.
Kondisi pasukan Inggris yang telah mendarat di Gresik, beberapa kali sekoci lawan mengobrak-abrik kapal dagang Belanda, juga pundi-pundi keungan yang semakin menipis, serta korupsi dan mis-manajemen yang merajalela pemerintahan Hindia Belanda memaksa Daendels mewujudkan impiannya dengan cara pemerintahan tangan besi. Tahap pertama, ia memerintahkan Sultan Banten Abdul Nasar mengirimkan 1.500 tenaga kerja rodi untuk memulai pekerjaan tersebut. Hampir semua tenaga kerja rodi itu tewas karena beratnya pekerjaan dan penyakit malaria. Keinginan Sultan untuk mendapatkan keringanan bahkan dijawab Deandels dengan perintah penyerahan diri Patih Wargadireja dan penyediaan 1.000 pekerja rodi tiap hari. Pembangkangan di Bantenpun dimulai, dan konflik dengan Gubernur Jendral tak terelakkan. Daendels memimpin langsung penyerangan Kota dan Keraton Banten. Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon, patih Wargadireja ditembak dan mayatnya dibuang ke laut. Sementara Banten telah takluk, Proyek Jalan Raya Pos tetap diteruskan, dan darahpun berhamburan keluar dari tubuh rakyat jelata.
Tercatat lebih dari 12.000 orang harus gugur dalam pembangunan infrastruktur penting pulau ini. Mayat-mayat tak terurus berserakan disana-sini. Kuburan-kuburan masal berserakan sepanjang lintasan jalan raya antara Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur). Perlawanan muncul disana-sini. Banten dihancurkan, Cirebon dipecah belah, Mataram diadu domba. Rusak sudah tatatan kolonial lama. Entah lebih baik entah lebih buruk. Entah memicu ketakutan, entah memicu semangat untuk merdeka. Yang pasti, sekarang tidak banyak orang yang peduli pada peristiwa tersebut, meskipun monomen kuburan, monumen jalan raya pada sebagian ruas masih menyisakan potret lama, semasa Daendels berkuasa. Lihatlah Jalan Raya Serang - Banten Lama. Jalan ini adalah sisa-sisa Jalan Raya Pos Daendels yang masih relatif utuh.
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, alamat email: darmono@kit.co.id)
Pembangunan Jalan Raya Daendels, merupakan sejarah penting bagi pembangunan peradaban modern tanah Jawa. Pembangunan jalan raya ini telah memperpendek waktu tempuh antar kota-kota penting di Jawa. Anyer- Jakarta (Batavia) saat Daendels mendarat pertama kali di tanah Jawa harus ditempuh selama empat hari, empat malam. Seusai pembangunan jalan raya, waktu tempuhnya hanya satu hari saja! Usai proyek ini, maka kota-kota Anyer, Cilegon, Banten Lama, Serang, Tangerang, Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang, Cirebon dan dilanjutkan ke Brebes, Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, sampai ke Panarukan terhubung dengan Jalan Raya Pos Daendels
Pembangunan jalan ini juga tercatat sebagai prestasi monumental kelas dunia seorang Daendels dalam memimpin Hindia Belanda. Jalan sepanjang 1000 kilometer dikerjakan hanya dalam waktu sekitar satu tahun (1808)! Bandingkan dengan Jalan Tol Cipularang sepanjang 100 kilometer yang harus dibangun dalam waktu lebih dari 3 tahun. Tanpa alat berat, tanpa komputer, tanpa kalkulator, tanpa bantuan modal investasi luar negeri yang menjerat!
Dalam sejarah, Banten mencatatkan diri sebagai kota penting dalam karir Daendels sebagai Gubernur Jendral Belanda. Menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan Anyer, 5 Januari 1808, Daendels mengemban misi mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Angkatan Laut Inggris. Pertarungan Perancis-Inggris di Eropa yang menyeret Belanda dalam kungkungan Pemerintahan Perancis memaksa Hindia Belanda jatuh pada pengaruh Perancis (Napoleon Bonaparte). Daendels yang berdarah Belanda tetapi memiliki pandangan ideologi pembebasan Perancis ditunjuk untuk memimpin mengamankan posisi Hindia Belanda.
Perjalanan panjang menuju Hindia Belanda harus dilalui memutar melewati pantai Amerika, untuk menghindari gejolak perang memaksa Daendels membuang segala identitasnya (dan mengganti nama dengan nama istrinya), termasuk beslit pengangkatannya sebagai Gubernur Jendral. Tanpa surat apapun Daendels tiba di Anyer. Perlu waktu 4 hari, 4 malam sebelum sampai ke Batavia. Kesan mendalam perjalanan pertama ini memunculkan inisiatif untuk segera “membangun” jalan Anyer-Batavia, yang selanjutnya merembet sampai ke Panarukan.
Kondisi pasukan Inggris yang telah mendarat di Gresik, beberapa kali sekoci lawan mengobrak-abrik kapal dagang Belanda, juga pundi-pundi keungan yang semakin menipis, serta korupsi dan mis-manajemen yang merajalela pemerintahan Hindia Belanda memaksa Daendels mewujudkan impiannya dengan cara pemerintahan tangan besi. Tahap pertama, ia memerintahkan Sultan Banten Abdul Nasar mengirimkan 1.500 tenaga kerja rodi untuk memulai pekerjaan tersebut. Hampir semua tenaga kerja rodi itu tewas karena beratnya pekerjaan dan penyakit malaria. Keinginan Sultan untuk mendapatkan keringanan bahkan dijawab Deandels dengan perintah penyerahan diri Patih Wargadireja dan penyediaan 1.000 pekerja rodi tiap hari. Pembangkangan di Bantenpun dimulai, dan konflik dengan Gubernur Jendral tak terelakkan. Daendels memimpin langsung penyerangan Kota dan Keraton Banten. Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon, patih Wargadireja ditembak dan mayatnya dibuang ke laut. Sementara Banten telah takluk, Proyek Jalan Raya Pos tetap diteruskan, dan darahpun berhamburan keluar dari tubuh rakyat jelata.
Tercatat lebih dari 12.000 orang harus gugur dalam pembangunan infrastruktur penting pulau ini. Mayat-mayat tak terurus berserakan disana-sini. Kuburan-kuburan masal berserakan sepanjang lintasan jalan raya antara Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur). Perlawanan muncul disana-sini. Banten dihancurkan, Cirebon dipecah belah, Mataram diadu domba. Rusak sudah tatatan kolonial lama. Entah lebih baik entah lebih buruk. Entah memicu ketakutan, entah memicu semangat untuk merdeka. Yang pasti, sekarang tidak banyak orang yang peduli pada peristiwa tersebut, meskipun monomen kuburan, monumen jalan raya pada sebagian ruas masih menyisakan potret lama, semasa Daendels berkuasa. Lihatlah Jalan Raya Serang - Banten Lama. Jalan ini adalah sisa-sisa Jalan Raya Pos Daendels yang masih relatif utuh.
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, alamat email: darmono@kit.co.id)
Buroq, Kendaraan 4 Dimensi?
Dalam kisah kenabian Muhammad saw, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa sangat kontroversial. Betapa tidak, perjalanan antar “ujung 2 masjid” dan dilanjutkan dengan perjalanan antar galaksi dan antar dunia hanya dilakukan dalam setengah malam! Sampai saat inipun, dunia teknologi abad 21, yang telah menghantarkan skenario perang bintang, pesawat ulang alik, teleskop raksasa Hubble, tidak dapat menjelaskan fenomena yang sangat monumental tersebut. Bila dalam tataran tertentu pertaruhan keyakinan telah sampai pada puncak pertaruhan harkat keimanan seseorang, dan hanya menyisakan 2 pilihan kata: percaya atau tidak, tentu hal tersebut dapat dimaklumi. Bila pilihan kata pada percaya, dapat dipastikan hal tersebut dapat terjadi hanya karena kita menilai kredibilitas kejujuran Muhammad, dalam membawa berita tersebut.
Tetapi, sebenarnya kita yang berkecimpung dalam dunia teknologi, selayaknya dapat memahami peristiwa tersebut dengan lebih arif. Bukankah sampai sekarang kemampuan kita memproduksi alat transportasi – yang paling canggihpun - hanya sebatas pada alat transportasi 3 dimensi saja? Mengapa kita tidak berfikir, sangat mungkin ada kendaraan antar dunia ini yang memiliki kemampuan menembus matra transportasi 4 dimensi? Apalagi Pencipta kendaraan tersebut adalah Allah swt, Pencipta seluruh jagad raya ini. (Meskipun penulis belum menemukan kata Buroq dalam literatur yang shahih, tetapi penulis mohon ma’af, tetap menggunakan kata Buroq dalam judul pembahasan kali ini).
Kendaraan yang memiliki kemampuan menjelajah 4 dimensi ini adalah kendaraan yang bisa berjalan lurus, berbelok ke arah kanan dan kiri, bisa terbang, dan bisa menembus waktu (sebagai pengejawantahan dari Dimensi ke 4). Bagaimana hal ini bisa dijelaskan dengan sederhana? Berikut ini gambaran tentang dimensi-dimensi kendaraan yang telah ada di lingkungan kita.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, dimensi diartikan sebagai matra, ukuran panjang, lebar, tinggi, dan luas. Dalam dunia ilmu pengetahuan & teknologi, kita mengenal benda satu dimensi digambarkan sebagai garis (panjang, lebar, tinggi, keliling), contoh benda ini adalah benang, tali, dan lain-lain. Benda dua dimensi digambarkan sebagai benda yang memilki bidang (luas, panjang kali lebar, lebar kali tinggi, dan sebagainya) contoh benda ini adalah luas tanah, lapangan sepak bola, dsb. Benda tiga dimensi adalah benda yang memiliki ruang (volume, isi, panjang kali lebar kali tinggi), seperti premiun, solar, air, batu dsb.
Kendaraan satu dimensi digambarkan seperti Kereta Api. Kereta Api adalah kendaraan yang berjalan satu arah, bisa berjalan lambat, bisa berjalan sangat cepat. Bahkan kereta api Shinkasen di Jepang dapat berjalan dengan kecepatan lebih dari 300 kilometer perjam. Sayang, secanggih apapun Kereta Api, kendaraan ini tidak akan bisa berbelok arah semaunya. Secepat apapun kereta api tersebut, alat transportasi ini tidak akan bisa menghantarkan kita ke arah lain kecuali yang ada dalam lintasan kereta api tersebut. Kita yang berada 10 meter dari rel kereta api pun, tidak akan bisa tertabrak alat transportasi ini.
Kendaraan dua dimensi adalah mobil, motor, dll. Kendaraan ini bisa mencapai bidang manapun yang ada disekeliling kita. Kendaraan ini bisa berbelok arah, ke kanan, ke kiri, mengejar kesana kemari. Tetapi secanggih dan semahal mobil/motor, alat ini tidak akan bisa membantu kita untuk mengambil mangga yang ada diatas kepala kita. Karena mobil/motor hanya memiliki 2 dimensi. Untuk dapat menggapai dimensi ruang diperlukan alat transportasi yang berdimensi 3.
Pesawat terbang, helikopter, pesawat ruang angkasa merupakan contoh kendaraan 3 dimensi. Kendaraan ini bisa menghantarkan kita ke puncak gunung, ke mega, mendung, awan, bahkan bila kita mau, kita bisa ke bulan. Sebelum tahun 1904, tidak ada orang yang percaya bahwa manusia bisa memegang awan, menyentuh mendung, apalagi berjalan-jalan di bulan. Bahkan seperti sekarang ini, dimana orang sudah bisa berjalan-jalan diangkasa raya. Mereka pasti menganggap “gila” bila ada orang bermimpi tentang perjalanannya ke angkasa raya. Mereka hanya mengenal kendaraan 2 dimensi, sepeda, motor, mobil. Memang dengan kendaraan tersebut, untuk mengambil mangga diatas pohon pun sesuatu yang mustahil!
Nah, kendaraan 4 dimensi adalah kendaraan yang bisa menembus dimensi keempat: waktu. Dengan kendaraan tersebut Nabi Muhammad bisa mencapai waktu yang lampau (saat sholat jamaah dengan para Nabi dan Rasul terdahulu di Masjid Aqsho). Juga Nabi Muhammad bisa mencapai waktu yang akan datang (saat menyaksikan Surga dan Neraka). Jadi… dengan gampang Nabi Muhammad bisa mengalami seluruh rangkaian prosesi Isra’ Mi’raj yang demikian banyak, dan dengan jarak antar dunia hanya dalam sebagian malam saja! Karena Nabi Muhammad menggunakan kendaraan berdimensi 4.
Maha Besar Allah, dan Maha Agung Allah, peristiwa yang Maha Besar ini, tidak banyak di”liput” dalam Al Qur’an. Karena bagi Allah teknologi yang sangat luar biasa ini tidak lebih penting dari bercerita tentang lebah (An Naml), tentang anak yatim, dan fakir miskin yang harus disantuni (Al Ma’un), resiko hidup hedonis - bermegah megahan (At Takasur), dan lain-lain. Maha Besar Allah dengan firman-firman-Nya.
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, alamat email: darmono@kit.co.id)
Tetapi, sebenarnya kita yang berkecimpung dalam dunia teknologi, selayaknya dapat memahami peristiwa tersebut dengan lebih arif. Bukankah sampai sekarang kemampuan kita memproduksi alat transportasi – yang paling canggihpun - hanya sebatas pada alat transportasi 3 dimensi saja? Mengapa kita tidak berfikir, sangat mungkin ada kendaraan antar dunia ini yang memiliki kemampuan menembus matra transportasi 4 dimensi? Apalagi Pencipta kendaraan tersebut adalah Allah swt, Pencipta seluruh jagad raya ini. (Meskipun penulis belum menemukan kata Buroq dalam literatur yang shahih, tetapi penulis mohon ma’af, tetap menggunakan kata Buroq dalam judul pembahasan kali ini).
Kendaraan yang memiliki kemampuan menjelajah 4 dimensi ini adalah kendaraan yang bisa berjalan lurus, berbelok ke arah kanan dan kiri, bisa terbang, dan bisa menembus waktu (sebagai pengejawantahan dari Dimensi ke 4). Bagaimana hal ini bisa dijelaskan dengan sederhana? Berikut ini gambaran tentang dimensi-dimensi kendaraan yang telah ada di lingkungan kita.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, dimensi diartikan sebagai matra, ukuran panjang, lebar, tinggi, dan luas. Dalam dunia ilmu pengetahuan & teknologi, kita mengenal benda satu dimensi digambarkan sebagai garis (panjang, lebar, tinggi, keliling), contoh benda ini adalah benang, tali, dan lain-lain. Benda dua dimensi digambarkan sebagai benda yang memilki bidang (luas, panjang kali lebar, lebar kali tinggi, dan sebagainya) contoh benda ini adalah luas tanah, lapangan sepak bola, dsb. Benda tiga dimensi adalah benda yang memiliki ruang (volume, isi, panjang kali lebar kali tinggi), seperti premiun, solar, air, batu dsb.
Kendaraan satu dimensi digambarkan seperti Kereta Api. Kereta Api adalah kendaraan yang berjalan satu arah, bisa berjalan lambat, bisa berjalan sangat cepat. Bahkan kereta api Shinkasen di Jepang dapat berjalan dengan kecepatan lebih dari 300 kilometer perjam. Sayang, secanggih apapun Kereta Api, kendaraan ini tidak akan bisa berbelok arah semaunya. Secepat apapun kereta api tersebut, alat transportasi ini tidak akan bisa menghantarkan kita ke arah lain kecuali yang ada dalam lintasan kereta api tersebut. Kita yang berada 10 meter dari rel kereta api pun, tidak akan bisa tertabrak alat transportasi ini.
Kendaraan dua dimensi adalah mobil, motor, dll. Kendaraan ini bisa mencapai bidang manapun yang ada disekeliling kita. Kendaraan ini bisa berbelok arah, ke kanan, ke kiri, mengejar kesana kemari. Tetapi secanggih dan semahal mobil/motor, alat ini tidak akan bisa membantu kita untuk mengambil mangga yang ada diatas kepala kita. Karena mobil/motor hanya memiliki 2 dimensi. Untuk dapat menggapai dimensi ruang diperlukan alat transportasi yang berdimensi 3.
Pesawat terbang, helikopter, pesawat ruang angkasa merupakan contoh kendaraan 3 dimensi. Kendaraan ini bisa menghantarkan kita ke puncak gunung, ke mega, mendung, awan, bahkan bila kita mau, kita bisa ke bulan. Sebelum tahun 1904, tidak ada orang yang percaya bahwa manusia bisa memegang awan, menyentuh mendung, apalagi berjalan-jalan di bulan. Bahkan seperti sekarang ini, dimana orang sudah bisa berjalan-jalan diangkasa raya. Mereka pasti menganggap “gila” bila ada orang bermimpi tentang perjalanannya ke angkasa raya. Mereka hanya mengenal kendaraan 2 dimensi, sepeda, motor, mobil. Memang dengan kendaraan tersebut, untuk mengambil mangga diatas pohon pun sesuatu yang mustahil!
Nah, kendaraan 4 dimensi adalah kendaraan yang bisa menembus dimensi keempat: waktu. Dengan kendaraan tersebut Nabi Muhammad bisa mencapai waktu yang lampau (saat sholat jamaah dengan para Nabi dan Rasul terdahulu di Masjid Aqsho). Juga Nabi Muhammad bisa mencapai waktu yang akan datang (saat menyaksikan Surga dan Neraka). Jadi… dengan gampang Nabi Muhammad bisa mengalami seluruh rangkaian prosesi Isra’ Mi’raj yang demikian banyak, dan dengan jarak antar dunia hanya dalam sebagian malam saja! Karena Nabi Muhammad menggunakan kendaraan berdimensi 4.
Maha Besar Allah, dan Maha Agung Allah, peristiwa yang Maha Besar ini, tidak banyak di”liput” dalam Al Qur’an. Karena bagi Allah teknologi yang sangat luar biasa ini tidak lebih penting dari bercerita tentang lebah (An Naml), tentang anak yatim, dan fakir miskin yang harus disantuni (Al Ma’un), resiko hidup hedonis - bermegah megahan (At Takasur), dan lain-lain. Maha Besar Allah dengan firman-firman-Nya.
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, alamat email: darmono@kit.co.id)
Rabu, 23 Juli 2008
Antara Beirut dan Cilegon
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah ayat 177)
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ali Imran ayat 126)
Foto pertemuan itu mengingatkan penulis pada rapat-rapat akbar dan gelar pasukan SS Jerman –pasukan inti Nazi- saat menjelang dan berlangsungnya Perang Dunia II. Dengan seragam semi militer warna hitam kelam, mereka semua tegap berdiri, kain pengikat kepala warna hijau daun bertuliskan pesan-pesan perjuangan mempergagah semangat juang mereka, sementara tangan kanan dihunus ke depan bagaikan moncong senapan tank pemburu sergap yang siap menghadang setiap lawan yang akan menyerang. Yang berbeda, didepan para anggota yang sedang berikrar tersebut, duduk berjajar para tetua organisasi, berpakaian jubah gamis warna hitam dengan baju dasar warna putih. Tidak lupa sorban khas saudara-saudara kita kaum Syi’ah tersangkut diatas kepalanya. Perbedaan lainnya, acara tersebut dilaksanakan pada gedung tertutup rapat, khas organisasi bawah tanah. Keterangan gambar menunjukkan angka 11 Nopember 2001, jadi terhampar waktu hampir 5 tahun silam.
Memang sebagai organisasi perlawanan didaerah penuh konflik, soliditas organisasi harus dibuat serapih mungkin, juga jaminan tanpa penyusup menjadi kata kunci hidup mati organisasi ini, juga keteguhan pada cita-cita perjuangan harus dijaga tidak boleh luntur oleh waktu. Apalagi mereka sedang menghadapi sebuah negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia, jaringan mata-mata yang tiada tandingannya. Negara dan Bangsa Israel, bahkan Allahpun berujar bahwa bangsa ini dikarunia keunggulan diatas bangsa-bangsa lainnya. “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat” (AL BAQARAH ayat 47).
“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (QS Al Maaidah ayat 70)
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar." ( QS Al Isra’ ayat 4)
Tidak kurang dari 55 ayat di Al Qur’an yang menyinggung keberadaan Bangsa Israel, sebagian berisi kecaman terhadap kebandelan bangsa ini.
Adalah Israel pula yang memulai babak baru perang di Lebanon. Dengan berjuluk Operasi Pembebasan Galilea, dimulailah invasi pendudukan Israel di Lebanon Selatan, 6 Juni 1982. Operasi besar-besaran ini ditujukan untuk mengusir PLO dan mengamankan zona utara Israel dari serangan gerilyawan Palestina (baca: PLO) yang didukung penuh oleh Suriah. Israel - dengan dukungan penuh Amerika Serikat - mengerahkan seluruh kekuatan artileri berat, didukung oleh operasi pesawat tempur membombardir kota-kota Tyre, Sidon dan Beirut. Dengan serangan yang membabi buta, tanpa memandang mana sasaran militer dan mana sasaran sipil, dalam waktu singkat, invasi ini telah mendesak Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang bermarkas di Lebanon Selatan mundur ke Utara sejauh 40 kilometer. Kota Beirutpun diblokade penuh selama 10 pekan, menyebabkan 5.515 orang warganya berkalang tanah. Usai pertempuran tidak kurang dari 17,825 orang dari pihak Arab, sipil maupun militer harus melepaskan jiwanya, dan 675 orang tentara Israel menjemput maut.
Kota Tyre dan Sidon hancur total, 86 pesawat Suriah ditembak jatuh, tak satupun kekuatan Arab mampu membalas. Bendera putihpun menjadi keniscayaan bagi bangsa Arab, gencatan senjata menjadi kata-kata pelipur lara bagi tentara yang kalah perang, resolusi Dewan Keamanan PBB hanya justifikasi bagi kompromi-kompromi pemangku kepentingan. Markas Besar PLO sebagai organisasi perlawanan dan pembebasan Palestina paling populer saat itu harus terusir ke tanah Tunisia, 2.300 kilometer dari kota Beirut, Bangsa Palestina harus tercerai berai, terusir ke berbagai negara Arab lainnya.
***
Kegagalan adalah guru terbaik nilai-nilai kehidupan. Tetapi keledai tidak akan terantuk pada batu yang sama untuk kedua kalinya. Agar kekalahan menjadi kemenangan yang tertunda, diperlukan perencanaan dan pengorganisasian yang solid dan terarah. Visi, misi, obyektif, goal setting, harus dibuat dan dilaksanakan dengan penuh disiplin. Gencatan senjata adalah cara lain untuk mempersiapkan diri pada pertempuran yang lebih berat di kemudian hari.
Kekosongan organisasi perlawanan di Lebanon dimanfaatkan dengan baik oleh kaum Syi’ah untuk mendirikan organisasi perlawanan baru: Hezbollah, Partai Tuhan, 16 Februari 1985 dengan pimpinan yang pertama Sheik Ibrahim al-Amin.
Syi’ah yang awal kelahirannya dimulai dari tragedi pembantaian Khalifah Ali bin Abu Tholib, dalam perjalanan sejarahnya memang telah kenyang dengan berbagai moda penindasan bahkan pemusnahan massal. Tentu saudara kita kaum Syi’ah tidak akan pernah lupa peristiwa tragis pembantaian cucu Nabi di Karbala. Karbala memang menjadi ikon penting bagi kaum Syi’i, selalu diingat dan menjadi motivator, pembangkit semangat juang yang selalu ditanamkan sejak anak cucu. Barangkali sejarah di Karbala pula yang menyebabkan Muslim Syi’ah memiliki kesatuan organisasi yang lebih kokoh, semangat yang tinggi, komit pada nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
Tentu peranan Ali bin Abu Tholib dan Fatimah Az Zahra sangat sentral mempengaruhi budaya peradaban kaum Syi’ah. Rasulullah sendirilah yang menobatkan Ali bin Abu Tholib sebagai orang paling pintar, paling halus budi pekertinya, paling halus hatinya, “Andaikan aku adalah kota ilmu, Ali adalah gerbangnya”, “Barangsiapa yang menjadikan diriku sebagai pemimpinnya, tentulah juga akan menjadikan Ali sebagai pemimpinnya”
Sosok Ali, adalah sosok mini Rasulullah, adik biologis dan ideologis Nabi Muhammad, putra asuhan wahyu, pria pertama yang masuk Islam, ahli perang yang sesungguhnya. Rasulullah berujar “Tiada pedang (yang betul-betul hebat) selain “Dzul Fiqar” (pedang Rasulullah, pen.) dan tiada pemuda (yang gagah berani) selain Ali bin Abu Thalib…!”. Tarikh sejarah mencatat, saat perang Uhud terjadi, ketika Ummat Islam sedang terdesak, Ali-lah yang mendapat mandat memegang Dzul Fiqar. Dia harus menghadapi Abu Sa’ad dari pihak kafir Quraisy. Dalam perkelahihan satu lawan satu, tebasan Ali membuat Abu Sa’ad tersungkur ketanah, mengerang kesakitan. Ali dengan sigap segera akan mengibaskan pedangnya ke tubuh lawan. Tetapi pada saat yang sama, Abu Sa’ad membuka pakaian bawahnya. Seketika itu juga Ali mengurungkan niat, berpaling mengalihkan pandangannya serta menyarungkan pedangnya, kembali ke pasukannya. “Ia memperlihatkan auratnya kepadaku, sehingga aku merasa kasihan kasihan kepadanya!” inilah pengakuan kesatria sejati, yang tidak hanya meninginkan kemenangan diatas segalanya. Kemenangan harus diletakkan pada etika-etika kebenaran dan prinsip-prinsip kehidupan yang diyakini. Dan untuk Ali, nilai-nilai ini didapatkan dalam Al Qur’an dan bimbingan Rasulullah.
Dan tentu suatu kehormatan yang sangat besar dari Rasulullah, apabila pada akhirnya Rasulullah menikahkan putri tersayangnya, Fatimah kepada Ali. "Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga." Demikian cintanya Rasul Allah pada anak ini. Kebesaran pribadi Fatimah juga diakui oleh Aisyah. Aisyah, istri Nabi tercinta berujar "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada Fatimah, kecuali kepribadian ayahnya". Ali dan Fatimah adalah dua sosok manusia paripurna, dengan hati yang sangat halus, citra kesalehan sosial sejati. Dengan hanya sepotong kwiras (pelindung dada dari kulit) yang pernah dipakainya pada perang Badar seharga 400 dirham, Ali mempersiapkan upacara pernikahanya. Dan Fatimah hanya memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung sebagai maharnya. Kepada putrinya tersayang Nabi berpesan, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Dalam salah satu fragmen sejarah, Fatimah dengan tubuh yang ceking dan kesehatan yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jauh letaknya, selain itu dia juga harus merawat anak-anaknya. Fatimah memohon kepada Sang Ayah untuk memberi bantuan pembantu rumah tangga. Nabi tampak terharu mendengar permohonan Sang Anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Dengan menekan perasaannya, Beliau berkata kepada Sang Anak "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka yang terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa (sekitar 70 orang sahabat dekat Rasul yang tinggal di Masjid Nabawi, pen.). Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat pahalanya di akhirat nanti". Fatimah mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Sang Ayah, selanjutnya Fatimah tidak pernah lagi mencari pembantu rumah tangga, hingga akhir hayatnya.
Fragmen lain bercerita, saat Salman yang ditugaskan Rasulullah membawa orang yang baru masuk Islam mengunjungi beberapa rumah untuk memberikan jamuan makan. Tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya jamuan makan, karena waktu itu bukan saatnya orang makan. Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang."Fatimah lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
Barangkali spirit inipula yang telah mengobarkan semangat kaum Syi’ah dalam menghadapi segala tantangan jaman. Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, tidak sedikit tinta emas ditorehkan oleh kelompok ini. Khalifah Harun Al Rasyid, dengan Nasrudin Hoya, Abunawas dan cerita seribu satu malam, Salahuddin Al Ayubi dengan epik pembebasan kota Jerusalem yang sangat monumental bahkan diakui dan dihormati di dunia Eropa. Karya-karya sejarah tersebut merupakan karya-karya peradaban Muslim yang lahir dari kaum Syi’ah. Dengan dipandu kebesaran sejarah inilah Hezbollah lahir.
Sebagai organisasi perlawanan yang progresif, Hezbollah menggoreskan gambar senjata AK-47 pada lambang benderanya dibawah penggalan kalimat Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 56, "Sesungguhnya, golongan Allah, merekalah yang menang". Asas perjuangan diambil dari Ayat 39 Surat Al-Hajj: "Telah diizinkan kepada orang-orang yang diperangi (untuk berjihad) karena mereka dizalimi, dan Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka". Prinsip-prinsip kedzaliman kaum bani Israill seperti banyak tersebar dalam Al Qur’an jelas menjadi spirit yang tak pernah kering.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” (Al Baqarah ayat 83)
Selanjutnya, jargon-jargon pembangkit semangat organisasipun dibuat, “Rezim Zionis lebih lemah dari sarang laba-laba,” pekik Sayid Hasan Nasrollah - Sekjen Hezbollah saat ini. “Israel harus dihapuskan dari peta dunia”, dan berbagai kata-kata provokasi lainnya.
Jargon, misi, visi tanpa langkah, bagaikan tong kosong nyaring bunyinya. Hezbollah, melakukan pelatihan, merapatkan barisan, dan memodernisasi menguasaan senjata. Juga dengan tema Kampanye Rekonstruksi (“Jihad Al Bina”) Hezbullah melakukan langkah-langkah pembangunan masyarakat sekitar (community development). Setelah Isael meninggalkan Lebanon Selatan pada tahun 2000, kesempatan ini tidak disia-saiakan oleh Hezbollah. Rumah sakit dibangun, televisi satelit dibuat, radio, fasilitas pendidikan, dan berbagai macam pembangunan berbasiskan kemasyarakatan lainnya dilakukan. Pendeknya Beirut Selatan yang pada masa lalu dikenal sebagai kantong-kantong kemiskinan, dalam tempo sekitar 5 tahun, disulap menjadi kota-kota penuh gemerlap.
Bila, suatu waktu di tahun 2006 ini mereka dibombardir oleh Israel, dan rakyat Lebanon mendukung penuh keberadaan milisi ini, tentu banyak langkah-langkah community development yang patut ditiru. Seorang pemuda Lebanon yang dibujuk untuk menunjukkan dimana lokasi Hassan Nasrallah berada, dengan tegas berujar: "Mereka itu menginginkan posisi keberadaan Sayid Hasan Nasrallah. Beliau itu bertempat di hati saya ini". Pengakuan Pemimpin Kristen Armenia juga perlu dicatat: "Perlawanan bukan hanya haq, bahkan kami memandangnya sebagai perkara wajib atas bangsa Lebanon".
Ahmad Barakat, seorang pemuda yang bekerja pada kepolisian Lebanon meyakini bahwa keanggotaan dalam Hezbollah lebih berguna dan bernilai daripada dalam menjadi anggota kepolisian Lebanon. Rumah pemuda ini di Sour, Lebanon Selatan, sudah rata dengan tanah. Namun demikian dia masih tetap bersemangat mendukung Hezbollah. Salim, pemuda Lebanon lainnya yang rumahnya di Lebanon selatan juga sudah luluh lantak akibat serangan rezim zionis, dan meskipun saat ini menghadapi kondisi ekonomi yang sangat tidak menunjang, menyatakan, "Hasan Nasrallah adalah pemimpin kami. Ia adalah manusia besar dan agung. Hezbollah adalah satu-satunya kekuatan yang mampu menghadapi Israel."
Pendekatan “community development”, merebut hati rakyat, memang layak mendapat perhatian, dalam dunia bisnis, apalagi dalam dunia politik. Khusus untuk Hezbollah langkah ini akan menjamin dukungan rakyat terhadap gerakan perlawanan ini tidak mungkin dipadamkan dengan pelor, bom dan peluru kendali. Bantuan keuangan pasca invasi Israel 2006, langsung diberikan bagi mereka yang rumahnya hancur, maupun bagi penyewa rumah tersebut. Angka 12.000 US$ perkeluarga yang mengalami kehancuran rumah tentu bukan nilai yang kecil bagi sebuah pergerakan, bahkan untuk kita yang di Indonesia ini.
***
“Kekalahan militer Israel adalah kemenangan penting bagi Moqawamah Islamiah, Hezbollah, Lebanon, dan semua ummat Islam di dunia” inilah pernyataan Hasan Nasrollah Sekjen Gerakan Perjuangan Hezbollah Lebanon saat menerima resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701, 14 Agustus 2006. Resolusi ini –secara de yure- telah memaksa Israel menghentikan agresi militernya selama hampir 5 pekan ke kawasan Lebanon Selatan, tanpa membawa bendera putih dari Hezbollah. Bahkan Hezbollah mengklaim telah menghancurkan 130 Tank Markava (tank andalan Israel), 48 kendaraan militer, 5 helikopter, 2 jet tempur, 3 kapal perang dan membunuh 415 serdadu Israel.
Bagi Hezbollah kemampuan bertahan menangkal segala serangan artileri paling canggih dari negara paling kuat di Timur Tengah tidak dilakukan hanya dalam waktu semalam. "Ini adalah perlawanan yang kami bangun dengan energi rakyat Arab," ujar Hassan Nasrullah. Kemenangan ini sama sekali bukan mukjizat yang tiba-tiba datang, tapi usaha yang telah dibangun sejak lama, perlu keteguhan pada visi, misi, dan langkah-langkah peningkatan kemampuan internal. Tidak ada tenggat waktu yang pasti, tetapi bila tenggat waktu telah tiba, tidak boleh ada penundaan. Penyimpangan On Time Delivery harus pada posisi nol. Keterlambatan dalam lintasan proses manapun berarti kematian.
***
Ungkapan kemenangan Hezbollah menyisakan suatu spirit perlawanan baru untuk siap setiap saat melakukan pembelaan diri melawan kedigdayaan kaum agresor. Jadi pertempuran lanjutan di kemudian hari menjadi suatu keniscayaan. Kekalahan Israel juga pasti membawa konsekuensi introspeksi besar-besaran bagi pemerintahan Zionis tersebut. Tentu perhitungan kembali kekuatan lawan, dan mempersiapkan diri lebih baik lagi apabila ada kesempatan datang untuk menyerang atau diserang menjadi agenda Israel paling dominan. Tidak ada kata pasti kapan pertempuran lanjutan tersebut bakal terjadi lagi. Yang pasti, peta kekuatan perang sekarang menjadi berbeda. Ada kekuatan seperior baru yang harus ditanggapi dengan serius. Industri-industri pertahanan dan persenjataan perlu dibangun kembali baik oleh kawan maupun lawan.
Apabila memperhatikan peta Timur Tengah sebagai pemasok sumber daya energi (baca: minyak) paling wahid di dunia ini, konflik pada wilayah ini pasti berdimensi global. Apalagi sejak pagi-pagi, dari seberang benua, Hugo Chavez = Presiden Venezuela - penghasil dan pemasok minyak utama di Amerika - memberikan nada simpati pada perlawanan Hezbollah. Simpati Hugo Chavez pada kelompok yang dianggap “teroris” oleh Amerika Serikat, jelas merupakan mesiu yang bisa sewaktu-waktu bisa dipantik oleh siapapun. Apalagi Hugo Chavez dikenal sangat kritis terhadap kebijakan Amerika Serikat.
Ancar-ancar meluasnya pertikaian antar negara adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Persiapan perangpun harus disiapkan oleh semua negara-negara di dunia ini. Dalam kamus peradaban duniapun telah mengisyaratkan, negara yang memiliki kekuatan militer yang menggetarkanlah yang patut diperhitungkan. Diperhitungkan dalam kancah negosiasi politik, bahkan sampai ke hal bisnis praktis.
Tidak ada kata pasti tentang Perang Dunia ke 3 kapan bakal terjadi, tetapi apabila perang itu memang bakal terjadi, tanpa persiapan sejak dini, dapat dipastikan negara tersebut bagaikan boneka yang siap untuk dijadikan bulan-bulanan negara digdaya lainnya. Sekali lagi, bulan-bulanan dalam kancah politik dan juga ekonomi.
PT. Krakatau Steel yang telah memasang tag line “Steel as National Power” harus membaca arah perubahan peta politik dunia ini. Dan sejatinya, memang industri senjata tidak bisa lepas dari industri baja. Maka peranan Krakatau Steel menjadi kartu kunci keberlangsungan peradaban Indonesia di masa mendatang. Bila saat ini kepemimpinan nasional belum mempersiapkan diri terhadap kemungkinan mobilisasi dan konversi besar-besaran industri sipil strategis menjadi industri militer, bukan berarti selamanya kita tidak akan mendapatkan perhatian dari pimpinan politik dan pemerintahan.
Saat destabilitas geopolitik dunia mengarah ke Asean, atau destabilitas menunjuk negara-negara Muslim, dan saat perhatian akan pentingnya industri strategis untuk mendukung keberlangsungan sebuah negara muncul, saat “steel as national power” benar-benar dihayati oleh semua warga bangsa kita, kita harus siap mengemban amanah itu, tidak boleh ada kata mundur. Ekspansi, ekskalasi menjadi kata-kata yang harus bisa kita jawab saat itu juga, “at any cost”, karena yang dipertaruhkan adalah masa depan keberlangsungan negara. Jangan sampai apabila hal itu terjadi, kita baru tersadar.
Meskipun pelaksanaannya selalu tertunda, kajian-kajian ekpansi yang telah kita lakukan harus menjadi dokumen pertanggung jawaban moril apabila kondisi diatas muncul. Dan sangat bisa jadi pada saat-saat genting, kajian-kajian tersebut harus dipercepat implementasinya. Program QQ2020 harus menjadi kenyataan.
Spirit Hezbollah untuk selalu memacu semangat tanpa lelah, tanpa tahu kapan persiapan perang itu bisa digunakan harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Jarak ideologis kita yang Sunni (Ahli Sunnah wal Jama’ah), dan Hezbollah yang Syiah jangan sampai menghalangi kita untuk belajar dari mereka. Jangan sampai stigma “kompromi adalah kebijakan orang-orang yang lemah” menjadi tuah yang menimpa kita kaum sunni, yang memang dasar teologinya mengkrompromikan perbedaan pendapat diantara keempat Khulafaur Rasyidin. Kita buktikan teologi kita memang lebih benar daripada teologi kaum Syiah dengan perbuatan yang nyata di segala bidang kehidupan. Termasuk dalam bidang manajemen perusahaan, pengelolaan kompetensi, dan kapabilitas sumber daya. Kita yang seringkali lemah dalam mengimpelementasikan agenda-agenda dan program-program kerja kita, harus segera kita tinggalkan. Sejarah kehebatan kita dalam menyusun kata-kata indah dalam visi, misi, motto dan program kerja kita cukupkan disini. Kita syukuri kita telah memiliki QQ2020, tinggal ini harus menjadi pijakan yang sungguh-sungguh dalam berkerja.
Selamat Ulang Tahun, semoga Krakatau Steel dapat menjadi kekuatan bangsa ini, saat ini maupun di masa depan. Semoga jargon “Steel as National Power” dapat kita perjuangkan dalam kancah berbangsa dan bernegara.
*> Sudarmono Moedjari, pemerhati teknologi dan budaya, saat ini Manajer Pengembangan Bisnis dan Sekretaris Perusahaan PT. Krakatau Information Technology.(Agustus 2006)
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ali Imran ayat 126)
Foto pertemuan itu mengingatkan penulis pada rapat-rapat akbar dan gelar pasukan SS Jerman –pasukan inti Nazi- saat menjelang dan berlangsungnya Perang Dunia II. Dengan seragam semi militer warna hitam kelam, mereka semua tegap berdiri, kain pengikat kepala warna hijau daun bertuliskan pesan-pesan perjuangan mempergagah semangat juang mereka, sementara tangan kanan dihunus ke depan bagaikan moncong senapan tank pemburu sergap yang siap menghadang setiap lawan yang akan menyerang. Yang berbeda, didepan para anggota yang sedang berikrar tersebut, duduk berjajar para tetua organisasi, berpakaian jubah gamis warna hitam dengan baju dasar warna putih. Tidak lupa sorban khas saudara-saudara kita kaum Syi’ah tersangkut diatas kepalanya. Perbedaan lainnya, acara tersebut dilaksanakan pada gedung tertutup rapat, khas organisasi bawah tanah. Keterangan gambar menunjukkan angka 11 Nopember 2001, jadi terhampar waktu hampir 5 tahun silam.
Memang sebagai organisasi perlawanan didaerah penuh konflik, soliditas organisasi harus dibuat serapih mungkin, juga jaminan tanpa penyusup menjadi kata kunci hidup mati organisasi ini, juga keteguhan pada cita-cita perjuangan harus dijaga tidak boleh luntur oleh waktu. Apalagi mereka sedang menghadapi sebuah negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia, jaringan mata-mata yang tiada tandingannya. Negara dan Bangsa Israel, bahkan Allahpun berujar bahwa bangsa ini dikarunia keunggulan diatas bangsa-bangsa lainnya. “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat” (AL BAQARAH ayat 47).
“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (QS Al Maaidah ayat 70)
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar." ( QS Al Isra’ ayat 4)
Tidak kurang dari 55 ayat di Al Qur’an yang menyinggung keberadaan Bangsa Israel, sebagian berisi kecaman terhadap kebandelan bangsa ini.
Adalah Israel pula yang memulai babak baru perang di Lebanon. Dengan berjuluk Operasi Pembebasan Galilea, dimulailah invasi pendudukan Israel di Lebanon Selatan, 6 Juni 1982. Operasi besar-besaran ini ditujukan untuk mengusir PLO dan mengamankan zona utara Israel dari serangan gerilyawan Palestina (baca: PLO) yang didukung penuh oleh Suriah. Israel - dengan dukungan penuh Amerika Serikat - mengerahkan seluruh kekuatan artileri berat, didukung oleh operasi pesawat tempur membombardir kota-kota Tyre, Sidon dan Beirut. Dengan serangan yang membabi buta, tanpa memandang mana sasaran militer dan mana sasaran sipil, dalam waktu singkat, invasi ini telah mendesak Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang bermarkas di Lebanon Selatan mundur ke Utara sejauh 40 kilometer. Kota Beirutpun diblokade penuh selama 10 pekan, menyebabkan 5.515 orang warganya berkalang tanah. Usai pertempuran tidak kurang dari 17,825 orang dari pihak Arab, sipil maupun militer harus melepaskan jiwanya, dan 675 orang tentara Israel menjemput maut.
Kota Tyre dan Sidon hancur total, 86 pesawat Suriah ditembak jatuh, tak satupun kekuatan Arab mampu membalas. Bendera putihpun menjadi keniscayaan bagi bangsa Arab, gencatan senjata menjadi kata-kata pelipur lara bagi tentara yang kalah perang, resolusi Dewan Keamanan PBB hanya justifikasi bagi kompromi-kompromi pemangku kepentingan. Markas Besar PLO sebagai organisasi perlawanan dan pembebasan Palestina paling populer saat itu harus terusir ke tanah Tunisia, 2.300 kilometer dari kota Beirut, Bangsa Palestina harus tercerai berai, terusir ke berbagai negara Arab lainnya.
***
Kegagalan adalah guru terbaik nilai-nilai kehidupan. Tetapi keledai tidak akan terantuk pada batu yang sama untuk kedua kalinya. Agar kekalahan menjadi kemenangan yang tertunda, diperlukan perencanaan dan pengorganisasian yang solid dan terarah. Visi, misi, obyektif, goal setting, harus dibuat dan dilaksanakan dengan penuh disiplin. Gencatan senjata adalah cara lain untuk mempersiapkan diri pada pertempuran yang lebih berat di kemudian hari.
Kekosongan organisasi perlawanan di Lebanon dimanfaatkan dengan baik oleh kaum Syi’ah untuk mendirikan organisasi perlawanan baru: Hezbollah, Partai Tuhan, 16 Februari 1985 dengan pimpinan yang pertama Sheik Ibrahim al-Amin.
Syi’ah yang awal kelahirannya dimulai dari tragedi pembantaian Khalifah Ali bin Abu Tholib, dalam perjalanan sejarahnya memang telah kenyang dengan berbagai moda penindasan bahkan pemusnahan massal. Tentu saudara kita kaum Syi’ah tidak akan pernah lupa peristiwa tragis pembantaian cucu Nabi di Karbala. Karbala memang menjadi ikon penting bagi kaum Syi’i, selalu diingat dan menjadi motivator, pembangkit semangat juang yang selalu ditanamkan sejak anak cucu. Barangkali sejarah di Karbala pula yang menyebabkan Muslim Syi’ah memiliki kesatuan organisasi yang lebih kokoh, semangat yang tinggi, komit pada nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
Tentu peranan Ali bin Abu Tholib dan Fatimah Az Zahra sangat sentral mempengaruhi budaya peradaban kaum Syi’ah. Rasulullah sendirilah yang menobatkan Ali bin Abu Tholib sebagai orang paling pintar, paling halus budi pekertinya, paling halus hatinya, “Andaikan aku adalah kota ilmu, Ali adalah gerbangnya”, “Barangsiapa yang menjadikan diriku sebagai pemimpinnya, tentulah juga akan menjadikan Ali sebagai pemimpinnya”
Sosok Ali, adalah sosok mini Rasulullah, adik biologis dan ideologis Nabi Muhammad, putra asuhan wahyu, pria pertama yang masuk Islam, ahli perang yang sesungguhnya. Rasulullah berujar “Tiada pedang (yang betul-betul hebat) selain “Dzul Fiqar” (pedang Rasulullah, pen.) dan tiada pemuda (yang gagah berani) selain Ali bin Abu Thalib…!”. Tarikh sejarah mencatat, saat perang Uhud terjadi, ketika Ummat Islam sedang terdesak, Ali-lah yang mendapat mandat memegang Dzul Fiqar. Dia harus menghadapi Abu Sa’ad dari pihak kafir Quraisy. Dalam perkelahihan satu lawan satu, tebasan Ali membuat Abu Sa’ad tersungkur ketanah, mengerang kesakitan. Ali dengan sigap segera akan mengibaskan pedangnya ke tubuh lawan. Tetapi pada saat yang sama, Abu Sa’ad membuka pakaian bawahnya. Seketika itu juga Ali mengurungkan niat, berpaling mengalihkan pandangannya serta menyarungkan pedangnya, kembali ke pasukannya. “Ia memperlihatkan auratnya kepadaku, sehingga aku merasa kasihan kasihan kepadanya!” inilah pengakuan kesatria sejati, yang tidak hanya meninginkan kemenangan diatas segalanya. Kemenangan harus diletakkan pada etika-etika kebenaran dan prinsip-prinsip kehidupan yang diyakini. Dan untuk Ali, nilai-nilai ini didapatkan dalam Al Qur’an dan bimbingan Rasulullah.
Dan tentu suatu kehormatan yang sangat besar dari Rasulullah, apabila pada akhirnya Rasulullah menikahkan putri tersayangnya, Fatimah kepada Ali. "Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga." Demikian cintanya Rasul Allah pada anak ini. Kebesaran pribadi Fatimah juga diakui oleh Aisyah. Aisyah, istri Nabi tercinta berujar "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada Fatimah, kecuali kepribadian ayahnya". Ali dan Fatimah adalah dua sosok manusia paripurna, dengan hati yang sangat halus, citra kesalehan sosial sejati. Dengan hanya sepotong kwiras (pelindung dada dari kulit) yang pernah dipakainya pada perang Badar seharga 400 dirham, Ali mempersiapkan upacara pernikahanya. Dan Fatimah hanya memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung sebagai maharnya. Kepada putrinya tersayang Nabi berpesan, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Dalam salah satu fragmen sejarah, Fatimah dengan tubuh yang ceking dan kesehatan yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jauh letaknya, selain itu dia juga harus merawat anak-anaknya. Fatimah memohon kepada Sang Ayah untuk memberi bantuan pembantu rumah tangga. Nabi tampak terharu mendengar permohonan Sang Anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Dengan menekan perasaannya, Beliau berkata kepada Sang Anak "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka yang terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa (sekitar 70 orang sahabat dekat Rasul yang tinggal di Masjid Nabawi, pen.). Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat pahalanya di akhirat nanti". Fatimah mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Sang Ayah, selanjutnya Fatimah tidak pernah lagi mencari pembantu rumah tangga, hingga akhir hayatnya.
Fragmen lain bercerita, saat Salman yang ditugaskan Rasulullah membawa orang yang baru masuk Islam mengunjungi beberapa rumah untuk memberikan jamuan makan. Tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya jamuan makan, karena waktu itu bukan saatnya orang makan. Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang."Fatimah lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
Barangkali spirit inipula yang telah mengobarkan semangat kaum Syi’ah dalam menghadapi segala tantangan jaman. Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, tidak sedikit tinta emas ditorehkan oleh kelompok ini. Khalifah Harun Al Rasyid, dengan Nasrudin Hoya, Abunawas dan cerita seribu satu malam, Salahuddin Al Ayubi dengan epik pembebasan kota Jerusalem yang sangat monumental bahkan diakui dan dihormati di dunia Eropa. Karya-karya sejarah tersebut merupakan karya-karya peradaban Muslim yang lahir dari kaum Syi’ah. Dengan dipandu kebesaran sejarah inilah Hezbollah lahir.
Sebagai organisasi perlawanan yang progresif, Hezbollah menggoreskan gambar senjata AK-47 pada lambang benderanya dibawah penggalan kalimat Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 56, "Sesungguhnya, golongan Allah, merekalah yang menang". Asas perjuangan diambil dari Ayat 39 Surat Al-Hajj: "Telah diizinkan kepada orang-orang yang diperangi (untuk berjihad) karena mereka dizalimi, dan Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka". Prinsip-prinsip kedzaliman kaum bani Israill seperti banyak tersebar dalam Al Qur’an jelas menjadi spirit yang tak pernah kering.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” (Al Baqarah ayat 83)
Selanjutnya, jargon-jargon pembangkit semangat organisasipun dibuat, “Rezim Zionis lebih lemah dari sarang laba-laba,” pekik Sayid Hasan Nasrollah - Sekjen Hezbollah saat ini. “Israel harus dihapuskan dari peta dunia”, dan berbagai kata-kata provokasi lainnya.
Jargon, misi, visi tanpa langkah, bagaikan tong kosong nyaring bunyinya. Hezbollah, melakukan pelatihan, merapatkan barisan, dan memodernisasi menguasaan senjata. Juga dengan tema Kampanye Rekonstruksi (“Jihad Al Bina”) Hezbullah melakukan langkah-langkah pembangunan masyarakat sekitar (community development). Setelah Isael meninggalkan Lebanon Selatan pada tahun 2000, kesempatan ini tidak disia-saiakan oleh Hezbollah. Rumah sakit dibangun, televisi satelit dibuat, radio, fasilitas pendidikan, dan berbagai macam pembangunan berbasiskan kemasyarakatan lainnya dilakukan. Pendeknya Beirut Selatan yang pada masa lalu dikenal sebagai kantong-kantong kemiskinan, dalam tempo sekitar 5 tahun, disulap menjadi kota-kota penuh gemerlap.
Bila, suatu waktu di tahun 2006 ini mereka dibombardir oleh Israel, dan rakyat Lebanon mendukung penuh keberadaan milisi ini, tentu banyak langkah-langkah community development yang patut ditiru. Seorang pemuda Lebanon yang dibujuk untuk menunjukkan dimana lokasi Hassan Nasrallah berada, dengan tegas berujar: "Mereka itu menginginkan posisi keberadaan Sayid Hasan Nasrallah. Beliau itu bertempat di hati saya ini". Pengakuan Pemimpin Kristen Armenia juga perlu dicatat: "Perlawanan bukan hanya haq, bahkan kami memandangnya sebagai perkara wajib atas bangsa Lebanon".
Ahmad Barakat, seorang pemuda yang bekerja pada kepolisian Lebanon meyakini bahwa keanggotaan dalam Hezbollah lebih berguna dan bernilai daripada dalam menjadi anggota kepolisian Lebanon. Rumah pemuda ini di Sour, Lebanon Selatan, sudah rata dengan tanah. Namun demikian dia masih tetap bersemangat mendukung Hezbollah. Salim, pemuda Lebanon lainnya yang rumahnya di Lebanon selatan juga sudah luluh lantak akibat serangan rezim zionis, dan meskipun saat ini menghadapi kondisi ekonomi yang sangat tidak menunjang, menyatakan, "Hasan Nasrallah adalah pemimpin kami. Ia adalah manusia besar dan agung. Hezbollah adalah satu-satunya kekuatan yang mampu menghadapi Israel."
Pendekatan “community development”, merebut hati rakyat, memang layak mendapat perhatian, dalam dunia bisnis, apalagi dalam dunia politik. Khusus untuk Hezbollah langkah ini akan menjamin dukungan rakyat terhadap gerakan perlawanan ini tidak mungkin dipadamkan dengan pelor, bom dan peluru kendali. Bantuan keuangan pasca invasi Israel 2006, langsung diberikan bagi mereka yang rumahnya hancur, maupun bagi penyewa rumah tersebut. Angka 12.000 US$ perkeluarga yang mengalami kehancuran rumah tentu bukan nilai yang kecil bagi sebuah pergerakan, bahkan untuk kita yang di Indonesia ini.
***
“Kekalahan militer Israel adalah kemenangan penting bagi Moqawamah Islamiah, Hezbollah, Lebanon, dan semua ummat Islam di dunia” inilah pernyataan Hasan Nasrollah Sekjen Gerakan Perjuangan Hezbollah Lebanon saat menerima resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701, 14 Agustus 2006. Resolusi ini –secara de yure- telah memaksa Israel menghentikan agresi militernya selama hampir 5 pekan ke kawasan Lebanon Selatan, tanpa membawa bendera putih dari Hezbollah. Bahkan Hezbollah mengklaim telah menghancurkan 130 Tank Markava (tank andalan Israel), 48 kendaraan militer, 5 helikopter, 2 jet tempur, 3 kapal perang dan membunuh 415 serdadu Israel.
Bagi Hezbollah kemampuan bertahan menangkal segala serangan artileri paling canggih dari negara paling kuat di Timur Tengah tidak dilakukan hanya dalam waktu semalam. "Ini adalah perlawanan yang kami bangun dengan energi rakyat Arab," ujar Hassan Nasrullah. Kemenangan ini sama sekali bukan mukjizat yang tiba-tiba datang, tapi usaha yang telah dibangun sejak lama, perlu keteguhan pada visi, misi, dan langkah-langkah peningkatan kemampuan internal. Tidak ada tenggat waktu yang pasti, tetapi bila tenggat waktu telah tiba, tidak boleh ada penundaan. Penyimpangan On Time Delivery harus pada posisi nol. Keterlambatan dalam lintasan proses manapun berarti kematian.
***
Ungkapan kemenangan Hezbollah menyisakan suatu spirit perlawanan baru untuk siap setiap saat melakukan pembelaan diri melawan kedigdayaan kaum agresor. Jadi pertempuran lanjutan di kemudian hari menjadi suatu keniscayaan. Kekalahan Israel juga pasti membawa konsekuensi introspeksi besar-besaran bagi pemerintahan Zionis tersebut. Tentu perhitungan kembali kekuatan lawan, dan mempersiapkan diri lebih baik lagi apabila ada kesempatan datang untuk menyerang atau diserang menjadi agenda Israel paling dominan. Tidak ada kata pasti kapan pertempuran lanjutan tersebut bakal terjadi lagi. Yang pasti, peta kekuatan perang sekarang menjadi berbeda. Ada kekuatan seperior baru yang harus ditanggapi dengan serius. Industri-industri pertahanan dan persenjataan perlu dibangun kembali baik oleh kawan maupun lawan.
Apabila memperhatikan peta Timur Tengah sebagai pemasok sumber daya energi (baca: minyak) paling wahid di dunia ini, konflik pada wilayah ini pasti berdimensi global. Apalagi sejak pagi-pagi, dari seberang benua, Hugo Chavez = Presiden Venezuela - penghasil dan pemasok minyak utama di Amerika - memberikan nada simpati pada perlawanan Hezbollah. Simpati Hugo Chavez pada kelompok yang dianggap “teroris” oleh Amerika Serikat, jelas merupakan mesiu yang bisa sewaktu-waktu bisa dipantik oleh siapapun. Apalagi Hugo Chavez dikenal sangat kritis terhadap kebijakan Amerika Serikat.
Ancar-ancar meluasnya pertikaian antar negara adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Persiapan perangpun harus disiapkan oleh semua negara-negara di dunia ini. Dalam kamus peradaban duniapun telah mengisyaratkan, negara yang memiliki kekuatan militer yang menggetarkanlah yang patut diperhitungkan. Diperhitungkan dalam kancah negosiasi politik, bahkan sampai ke hal bisnis praktis.
Tidak ada kata pasti tentang Perang Dunia ke 3 kapan bakal terjadi, tetapi apabila perang itu memang bakal terjadi, tanpa persiapan sejak dini, dapat dipastikan negara tersebut bagaikan boneka yang siap untuk dijadikan bulan-bulanan negara digdaya lainnya. Sekali lagi, bulan-bulanan dalam kancah politik dan juga ekonomi.
PT. Krakatau Steel yang telah memasang tag line “Steel as National Power” harus membaca arah perubahan peta politik dunia ini. Dan sejatinya, memang industri senjata tidak bisa lepas dari industri baja. Maka peranan Krakatau Steel menjadi kartu kunci keberlangsungan peradaban Indonesia di masa mendatang. Bila saat ini kepemimpinan nasional belum mempersiapkan diri terhadap kemungkinan mobilisasi dan konversi besar-besaran industri sipil strategis menjadi industri militer, bukan berarti selamanya kita tidak akan mendapatkan perhatian dari pimpinan politik dan pemerintahan.
Saat destabilitas geopolitik dunia mengarah ke Asean, atau destabilitas menunjuk negara-negara Muslim, dan saat perhatian akan pentingnya industri strategis untuk mendukung keberlangsungan sebuah negara muncul, saat “steel as national power” benar-benar dihayati oleh semua warga bangsa kita, kita harus siap mengemban amanah itu, tidak boleh ada kata mundur. Ekspansi, ekskalasi menjadi kata-kata yang harus bisa kita jawab saat itu juga, “at any cost”, karena yang dipertaruhkan adalah masa depan keberlangsungan negara. Jangan sampai apabila hal itu terjadi, kita baru tersadar.
Meskipun pelaksanaannya selalu tertunda, kajian-kajian ekpansi yang telah kita lakukan harus menjadi dokumen pertanggung jawaban moril apabila kondisi diatas muncul. Dan sangat bisa jadi pada saat-saat genting, kajian-kajian tersebut harus dipercepat implementasinya. Program QQ2020 harus menjadi kenyataan.
Spirit Hezbollah untuk selalu memacu semangat tanpa lelah, tanpa tahu kapan persiapan perang itu bisa digunakan harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Jarak ideologis kita yang Sunni (Ahli Sunnah wal Jama’ah), dan Hezbollah yang Syiah jangan sampai menghalangi kita untuk belajar dari mereka. Jangan sampai stigma “kompromi adalah kebijakan orang-orang yang lemah” menjadi tuah yang menimpa kita kaum sunni, yang memang dasar teologinya mengkrompromikan perbedaan pendapat diantara keempat Khulafaur Rasyidin. Kita buktikan teologi kita memang lebih benar daripada teologi kaum Syiah dengan perbuatan yang nyata di segala bidang kehidupan. Termasuk dalam bidang manajemen perusahaan, pengelolaan kompetensi, dan kapabilitas sumber daya. Kita yang seringkali lemah dalam mengimpelementasikan agenda-agenda dan program-program kerja kita, harus segera kita tinggalkan. Sejarah kehebatan kita dalam menyusun kata-kata indah dalam visi, misi, motto dan program kerja kita cukupkan disini. Kita syukuri kita telah memiliki QQ2020, tinggal ini harus menjadi pijakan yang sungguh-sungguh dalam berkerja.
Selamat Ulang Tahun, semoga Krakatau Steel dapat menjadi kekuatan bangsa ini, saat ini maupun di masa depan. Semoga jargon “Steel as National Power” dapat kita perjuangkan dalam kancah berbangsa dan bernegara.
*> Sudarmono Moedjari, pemerhati teknologi dan budaya, saat ini Manajer Pengembangan Bisnis dan Sekretaris Perusahaan PT. Krakatau Information Technology.(Agustus 2006)
Rabu, 02 Juli 2008
Titik Balik
Lelaki itu tertunduk diam. Perasaan gamang menyelimuti seluruh tubuhnya yang kian tua. Dilema besar harus dia selesaikan, dilema yang belum pernah dia rasakan selama berkiprah selama puluhan tahun dalam organisasi kemasyarakatan. Dilema yang membenturkan nilai-nilai pelajaran hidup dari nenek moyang dan lingkungan lama dengan tuntutan hidup masyarakat yang sekarang mempercayakannya sebagai Sang Pemimpin. Nenek moyangnya telah mengajarkan nilai tinggi pada harga diri, martabat, etika berorganisasi.
Nilai-nilai yang harus berhadapan dengan tuntutan masyarakatnya yang dalam –kacamata pribadi- sangat tidak elok. Tidaklah lazim apabila kita kalah dalam pertempuran, kita meminta pampasan perang, meskipun dengan landasan ketidak tepatan strategi yang diusung Sang Komandan Pasukan, atau alasan-alasan lain yang dapat dianggap shahih.
Puluhan prajurit dengan semangat kelaparan telah bersiaga untuk menuntut bela, kemanapun, kepada siapapun, dengan atau tanpa kawalan Sang Pemimpin. Pampasan perang harus didapatkan! Kompi lain yang juga kalah perang telah mendapatkan persetujuan untuk mendapatkan pampasan perang sebesar setengah kali, mengapa kita tidak, bukankah kita bertempur dalam satu kapal induk yang sama?
Bukankah kita juga telah lelah bertempur? Bukankah nilai pertempuran kita tidak kalah strategisnya dengan kompi mereka? Berbagai logika pembenaran atas tuntutan telah mensyahkan langkah dan gerak mereka. Apalagi mendengar rumor prajurit pada pasukan induk akan mendapatkan pampasan perang sebesar sepuluh kali. Batin pasukan ini menjadi tercabik-cabik bila mengingat beban pekerjaan prajurit pada kapal induk tidak selalu lebih berat dari pasukkannya.
“Enam puluh tahun diktator berkuasa lebih baik daripada sehari chaos” kata-kata Sang Guru kembali terngiang-ngiang di telinga Sang Pemimpin. Keutuhan pasukan harus tetap terjaga. Kondisi chaos hanya akan menimbulkan anarkisme. Pasukan harus tetap dikomando! Birokrasi harus tetap dihargai. Ketika barisan prajurit sampai pada Komandan Pasukan, dan Komandan Pasukan tidak mungkin meloloskan tuntutannya, maka dengan santun beberapa prajuritnya memohon agar pasukan dapat menghadap langsung pada Panglima Perang. Panglima Perangpun akhirnya bersedia menerima pasukan. Janji perjamuanpun segera ditetapkan.
“Berilah oleh-oleh, meskipun hanya selembar kertas” kembali Sang Pemimpin teringat pada pesan mantan Manajernya. “Kita akan menghadap Sang Panglima, suatu kesempatan emas yang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja”. Kebiasaan berotak-atik-otak dicoba dituangkan dalam selembar kertas sebagai oleh-oleh pada saat pertemuan dengan Sang Panglima.
Judul menjadi bagian kunci dalam artikulasi arah perjuangan hidup. Dengan judul kita bisa meraih sorga, dengan judul pula kita bisa terperosok ke neraka. Dengan judul kita bisa tahu gelora apa yang tersirat dibalik kata-kata. Akhirnya selesai juga bahan oleh-oleh pada Sang Panglima, dan oleh-oleh itu berjudul “Curahan Hati ke Pemegang Saham”. Bukan tuntutan, bukan pernyataan , bukan deklarasi! Surat itu hanyalah Curahan Hati prajurit.
“Bapak, penderitaan pasukan kami ini bagaikan Bangsa Palestina. Tempat mengayuh hiduppun hanya menumpang, tanpa selembar suratpun yang bisa kami andalkan. Rata-rata usia kami semakin senja. Kian hari nasib kami kian dhuafa…” Sang Panglima Besarpun bertitah “Teruskan perjuangan, jaga kondisifitas pasukan, kami beserta Panglima-panglima lainnya akan berupaya menyelesaikan masalah tersebut”.
Tidak berselang lama prajurit telah menerima keputusan tentang penghargaan pampasan perang. Dan tidak berselang lama pula pasukan menjadi bergeliat, bahkan pada tutup buku 2005, Komandan Pasukan Dhuafa ini telah menandatangani perjanjian jual beli markas komando yang baru. Sesuatu yang tak terbayangkan 2 tahun lalu, bahkan 3-4 bulan yang lalu. “Duh Gusti, terima kasih Engkau telah membantu kami menyelesaikan masalah pelik ini”
Sang Pemimpin menutup satu tahapan layar kehidupan dengan satu catatan “tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, asal kita semua saling bekerja dengan tulus”, karena “Kesempurnaan Karya Cipta lahir dari Ketulusan” (Sudarmono. Moedjari, Majalah KSG, Januari 2006)
Jiwa yang Agung
Lelaki setengah baya itu tertunduk lelah. Seruannya untuk tunduk pada jalan tauhid gagal total. Bahkan niat tulusnya dibalas dengan penghinaan yang tiada tara. Kata-kata kotor, lemparan batu, bahkan –ma’af – lemparan taik mendera seluruh badannya. Darahpun mulai tak betah tinggal di dalam tubuhnya. Meleleh kesana kemari. Lepuh di kakinya membuat lelaki itu harus berjalan dengan melepas sepatu, ditengah gurun yang sangat panas.
Derita ini menyempurnakan akumulasi kepedihan dalam tahun-tahun terakhir. Boikot selama 3 tahun memaksa kaumnya dibawah tekanan ekonomi dan fisik yang luar biasa. Kebutuhan dasar hidup-pun harus dikorbankan, makan dedaunan liar harus dilakukan. Ujian belum cukup, kematian Abu Tholib, orang yang paling ditakuti dan disegani lawan-lawannya menambah beban yang kian menghimpit. Juga Khadijah, belahan jiwanya, tumpuan harapannya, istri satu-satunya menambah derita yang tiada tara.
Pergi, pergi, pergi, menghindari tekanan dan mencari harapan tanah baru yang lebih menjanjikan. Pilihan pun jatuh pada Tha’if, sebuah kota yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Mekah. Perjalanan panjangpun dilakukan. Sayang provokasi dan fitnah musuh datang lebih duluan. Sambutan tidak bersahabat, bahkan memusuhi, menghina melecehkan menjadi agenda utama kepala suku dan masyarakat di Tha’if.
Dalam duka yang paling dalam, tak ada jalan lain kecuali mengeluh pada Sang Pemberi Amanah,
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupan dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia... Engkaulah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang yang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku semuanya itu tak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku! Aku berlindung pada Sinar Cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau limpahkan kepadaku....., Hanya Engkau-lah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan menurut kehendak-Mu. Sungguh tiada daya dan kekuatan apapun selain atas perkenan-Mu."
Penderitaan tak terlalu nampak pada doanya. Tetapi Allah yang Maha Tahu pasti mendengar rintihan sekecil atom dan sehalus sutera. Allahpun tidak tega dengan nasib kekasihNya. Allah menugaskan pemimpin kaum malaikat untuk menemuinya, menghiburnya, meyampaikan pesan penting-Nya “Allah mengetahui semua yang terjadi antara kamu dengan orang-orang ini. Dia telah menugaskan seorang malaikat memegang gunung-gunung menunggu perintahmu”. Sang Pemimpin Malaikatpun kemudian memperkenalkan satu persatu malaikat penjaga aset dunia, yang siap menerima perintah dari Sang Kekasih Allah. “Wahai Nabi Allah! Aku siap melayanimu. Bila engkau suka, aku dapat menimbuni kota ini dengan gunung-gunung dari dua arah sehingga saling tindih menindih, lalu binasalah seluruh penduduknya, atau Anda boleh mengusulkan bentuk hukuman lainnya bagi mereka….”
Sekarang tombol peluru kendali yang lebih dahsyat dari sejuta bom atom telah ada dalam genggaman Sang Tokoh. Bila Beliau mau, selesai sudah urusan dengan bangsa Tha’if. Tetapi Jiwa yang Agung telah menghantarkan jawab pada Sang Jibril, “Walaupun seluruh rakyat ini enggan menerima Islam, saya tetap memohon kepada Allah agar beberapa orang keturunan mereka ada yang mau menyembah Allah dan mengabdi kepada-Nya”. Skenario genocide tidak terlintas dalam alam pikiran Sang Rasul, meskipun Beliau sedang dalam derita pengusiran dan penghinaan tiada tara. Tak ada dendam, tak ada benci, tujuan mulia tetap menjadi cita-cita, visi dan misinya. Jiwa yang Agung, yang diakui seluruh jagad raya, bahkan Allah sang Penciptanya.
Tidak ya Rasul, tidak ada orang semulia Engkau, Tidak ada manusia se Agung jiwamu. Ya Allah berikanlah kami semua hidayah. Beri kemampuan pada kami semua untuk meneladani laku Rasul-Mu. Selamat Ulang Tahun ya Rasulullah!
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, Fajar Banten, 25 April 2005)
Derita ini menyempurnakan akumulasi kepedihan dalam tahun-tahun terakhir. Boikot selama 3 tahun memaksa kaumnya dibawah tekanan ekonomi dan fisik yang luar biasa. Kebutuhan dasar hidup-pun harus dikorbankan, makan dedaunan liar harus dilakukan. Ujian belum cukup, kematian Abu Tholib, orang yang paling ditakuti dan disegani lawan-lawannya menambah beban yang kian menghimpit. Juga Khadijah, belahan jiwanya, tumpuan harapannya, istri satu-satunya menambah derita yang tiada tara.
Pergi, pergi, pergi, menghindari tekanan dan mencari harapan tanah baru yang lebih menjanjikan. Pilihan pun jatuh pada Tha’if, sebuah kota yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Mekah. Perjalanan panjangpun dilakukan. Sayang provokasi dan fitnah musuh datang lebih duluan. Sambutan tidak bersahabat, bahkan memusuhi, menghina melecehkan menjadi agenda utama kepala suku dan masyarakat di Tha’if.
Dalam duka yang paling dalam, tak ada jalan lain kecuali mengeluh pada Sang Pemberi Amanah,
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupan dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia... Engkaulah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang yang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku semuanya itu tak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku! Aku berlindung pada Sinar Cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau limpahkan kepadaku....., Hanya Engkau-lah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan menurut kehendak-Mu. Sungguh tiada daya dan kekuatan apapun selain atas perkenan-Mu."
Penderitaan tak terlalu nampak pada doanya. Tetapi Allah yang Maha Tahu pasti mendengar rintihan sekecil atom dan sehalus sutera. Allahpun tidak tega dengan nasib kekasihNya. Allah menugaskan pemimpin kaum malaikat untuk menemuinya, menghiburnya, meyampaikan pesan penting-Nya “Allah mengetahui semua yang terjadi antara kamu dengan orang-orang ini. Dia telah menugaskan seorang malaikat memegang gunung-gunung menunggu perintahmu”. Sang Pemimpin Malaikatpun kemudian memperkenalkan satu persatu malaikat penjaga aset dunia, yang siap menerima perintah dari Sang Kekasih Allah. “Wahai Nabi Allah! Aku siap melayanimu. Bila engkau suka, aku dapat menimbuni kota ini dengan gunung-gunung dari dua arah sehingga saling tindih menindih, lalu binasalah seluruh penduduknya, atau Anda boleh mengusulkan bentuk hukuman lainnya bagi mereka….”
Sekarang tombol peluru kendali yang lebih dahsyat dari sejuta bom atom telah ada dalam genggaman Sang Tokoh. Bila Beliau mau, selesai sudah urusan dengan bangsa Tha’if. Tetapi Jiwa yang Agung telah menghantarkan jawab pada Sang Jibril, “Walaupun seluruh rakyat ini enggan menerima Islam, saya tetap memohon kepada Allah agar beberapa orang keturunan mereka ada yang mau menyembah Allah dan mengabdi kepada-Nya”. Skenario genocide tidak terlintas dalam alam pikiran Sang Rasul, meskipun Beliau sedang dalam derita pengusiran dan penghinaan tiada tara. Tak ada dendam, tak ada benci, tujuan mulia tetap menjadi cita-cita, visi dan misinya. Jiwa yang Agung, yang diakui seluruh jagad raya, bahkan Allah sang Penciptanya.
Tidak ya Rasul, tidak ada orang semulia Engkau, Tidak ada manusia se Agung jiwamu. Ya Allah berikanlah kami semua hidayah. Beri kemampuan pada kami semua untuk meneladani laku Rasul-Mu. Selamat Ulang Tahun ya Rasulullah!
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, Fajar Banten, 25 April 2005)
Dia Bukanlah Soetomo…
Langit ADB pagi itu terasa cerah, dari arah timur awan mulai menggumpal-nggumpal malu-malu. Di kejauhan masih nampak dengan jelas bangunan kokoh model joglo menghiasi hamparan luas tanah lapang, persis didepannya menghadap landasan tempat burung terbang hinggap di kota ini. Disinilah saksi bisu pertumbuhan kota ini ditancapkan, di termpat ini pula secuil sejarah perusahaan digoreskan.
Di sebelah kanan, sayup-sayup terlihat menara masjid menjulang bagaikan dua tangan yang sedang menengadah. Ah nampak seperti orang sedang kusyuk berdo’a, menunggu barokah Allah, mengangkat harkat kemakmuran seluruh warga kota, pribumi maupun pendatang. Inikan yang dimaksud “capture”, “landmark” kota baja? Seorang teman yang bertahun-tahun merindukan hadirnya bangunan “capture”, atau “landmark” kota baja, pasti merasa sepakat bahwa bilapun capture belum dibangun, bangunan didepan mata ini bisa menggantikan kerinduannya pada kehadiran capture yang lebih ber-nash.
Pekan ini adalah pekan pertama dia mulai masuk kembali kantor ini. Cukup lama dia meninggalkan “tanah tumpah darah”nya. Beberapa bulan dia harus istirahat total. Penyakit ginjal telah merubah arah sejarah hidupnya. Mimpi-mimpi indah mulai harus dia kuburkan lebih dini.
Ketegaran fisik dan mental harus dia akhiri sampai disini. Diapun harus terperanjat, ketika vonis dokter mematok angka 2 tahun untuk sisa umurnya. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh onak dan duri, tak pernah hinggap setetespun air mata hinggap dipipinya. Tetapi tidak untuk kali ini.
Meskipun idealisme masih tertanam dalam, tetapi upaya perjuangannya menjadi sejarah. Tongkat estafetpun harus diberikan bagi teman-teman dan anak-anaknya. Teman-teman untuk mimpi komunal, mimpi-mimpi bagaimana mengelola perusahaan agar dapat memiliki daya saing tidak saja pada skala nasional, tetapi setidaknya pada skala regional. Management by Objective, Malcom Baldrige National Quality Award, yang baru diimplementasikan di perusahaan induk beberapa tahun ini, telah dia pikirkan dan dicoba diterapkan di anak perusahaan tempatnya bekerja jauh-jauh hari sebelumnya.
Mimpi untuk anak-anaknya agar melanjutkan tradisi suci bagi tali darahnya. Dia lepaskan seluruh daya upaya, bahkan kadangkala diluar batas kekuatannya untuk membangun generasi baru dengan paradigma perencanaan yang mapan. Baginya pendidikan tingkat rendah adalah pondasi bagi pembentukan pribadi anak, maka harus disiapkan lebih matang, berapapun biaya yang menjadi konsekuensinya. Prinsip ini pula yang diterapkannya saat dia mendapat amanah di pengembangan SDM. Satu bulan pelatihan untuk satu tahun kerja karyawan merupakan prinsip yang telah diimplementasikan pada perusahaannya, saat dia menjabat 10-12 tahun lalu.
Kesedian terpancar diwajahnya, terbayang dalam ingatan, perjuangan masih panjang, impian belum terwujud. Sahabat-sahabat yang menyemai impian yang samapun saat ini sudah tinggal beberapa gelintir, yang lain telah lama menabur benih baru di lahan lain yang lebih subur. Atau larut dalam arus deras pragmatisme sempit.
Dalam kesepian, sesosok tubuh tiba-tiba datang. Tak pernah dia membayangkan kehadiran sosok ini. Wajahnya tetap saja kelihatan enjoy, polos dan gurauannya tidak pernah menyisakan jarak, khas orang-orang yang tidak punya pamrih. Padahal, sudah lebih dari 10 tahun mereka tidak bertemu muka, juga tidak segaris sepersinggunganpun dalam pekerjaan, meskipun masih dalam satu kerajaan bisnis Krakatau Steel. Kedatangannya diluar kebiasaan pertemanan mereka, tetapi patut diduga, bermotif mengunjungi sahabatnya yang baru masuk kantor setelah lama sakit keras.
Seperti biasa, pertemuan sahabat yang telah lama berpisah, pembicaraan pertama akan berputar tentang kondisi kesehatan masing-masing, bagaimana keluarga, bagaimana anak-anak, dan sebagainya-dan sebagainya. Semua cerita mengalir tanpa agenda dan protokoler resmi. Keluar tanpa beban, tanpa dendam. Waktu 1 jam lebih tidak terasa berlalu begitu saja.
Dalam gelak tawanya, dia sangat bangga dipercaya teman-temannya sebagai ketua koperasi, sebuah lembaga bisnis yang setara dengan lembaga-lembaga bisnis
***
Tak terasa, meskipun pertemuan telah usai, masih saja terngiang-ngiang pengakuannya. Bagaimana pangkat, jabatan, dan pekerjaanya masih persis seperti 10 tahun yang lalu, seperi terakhir kali mereka bertemu. Bahkan meja yang dia pakai, adalah meja yang sama saat dia mulai bekerja di perusahaan ini 15 tahun yang lalu, sama persis seperti pertama kali mereka bertemu! Majikan telah berganti-ganti, rolling karyawan telah dilakukan berkali-kali. Tetapi semua tidak untuk kawannya itu.
Pekerjaan tetap seperti yang lalu, juga semangat juang tidak pernah luntur. Bekerja adalah ibadah, lembur tak harus dilebur. Dia tetap dengan tekun datang sebelum lonceng masuk berbunyi, dan pulang ketika lonceng sudah lama bertalu. Baginya pekerjaan apapun adalah mulia. Menjadi ketua koperasi di satu divisi kecil dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Amanah harus dijawab dengan pengabdian yang tulus, mutu harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Kepercayaan adalah kehormatan. Harus dijaga untuk kita, keluarga, sampai anak cucu nanti.
Seperti tragedi sejarah negeri ini, karir, jabatan tak selalu segaris dengan kualitas pekerjaan, prestasi. Berapa banyak ide-ide cemerlang hilang begitu saja. Berapa banyak prestasi yunior, lenyap saat dewasa. Apakah itu sepakbola, olimpiade matematika, fisika, biologi, dsl.
…Ada masalah-masalah lain yang mempengaruhinya, dan seringkali pengaruh itu dominan.
***
Tragis? Ah tidak! Kehidupan nyata memang tak seindah sinetron. Duri-duri tak selalu menjadi tumpul diakhir cerita. Jarum-jarum baru bisa saja muncul ditengah cerita, dan dia tidak harus selalu tumpas diakhir babak. Inilah dunia yang dia fahami sekarang. Dunia yang lebih konkret, dunia yang lebih nyata, dunia yang mengenal sejarah bahkan sekelas nabi Allah-pun bisa terbunuh tanpa balas! Tak selalu yang menyemai, yang akan memetik hasilnya. Di negeri ini bahkan mereka yang tidak pernah menyemai seringkali yang memetik hasilnya. Karir tak selalu sepadan dengan prestasi. Bukan untuk negeri ini, tetapi untuk bangsa sebesar Indonesia, masalah ini menjadi klasik.
Dia menjadi ingat bagaimana benih kebangsaan yang ditanamkan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, dan dilanjutkan oleh Samanhoedi ketika silih berganti membangun Sarekat Dagang Islam sejak tahun 1905, sirna oleh kehadiran Boedi Oetomo yang datang lebih baru. Tanpa mengurangi apresasi terhadap gerakan yang telah dilakukan oleh Boedi Oetomo, siapapun tahu Boedi Oetomo bukanlah peletak dasar kebangsaan yang perdana, bahkan sifatnya yang kooperatif dengan Belanda, dan hanya mengkoordinir kaum priyayi Jawa telah menghadirkan Boedi Oetomo menjadi gerakan lokal dan terbatas.
Dan dia sadar, dia bukanlah Soetomo, dia tidak dilahirkan oleh darah Jawa, dia bukan priyayi. Tak cukup prestasi dihargai dari karya diri semata. Perlu dibekali dengan bibit, bebet, bobot
nampak, tetapi
Dia bersyukur, saat ini Assesment Center telah kokoh berdiri, untuk memberikan jaminan bahwa mereka yang punya kapasitas dan kapabilitas yang tertinggi yang patut dihargai. Tinggal bagaimana lembaga ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tanpa kedisiplinan dalam pemanfaatan hasil kajian lembaga ini, lembaga ini bagaikan Burung Garuda Pancasila. Gagah hanya saat menempel di tembok.
(Sudarmono Moedjari, Pemerhati budaya dan teknologi, 24 Agustus 2007)
Di sebelah kanan, sayup-sayup terlihat menara masjid menjulang bagaikan dua tangan yang sedang menengadah. Ah nampak seperti orang sedang kusyuk berdo’a, menunggu barokah Allah, mengangkat harkat kemakmuran seluruh warga kota, pribumi maupun pendatang. Inikan yang dimaksud “capture”, “landmark” kota baja? Seorang teman yang bertahun-tahun merindukan hadirnya bangunan “capture”, atau “landmark” kota baja, pasti merasa sepakat bahwa bilapun capture belum dibangun, bangunan didepan mata ini bisa menggantikan kerinduannya pada kehadiran capture yang lebih ber-nash.
Pekan ini adalah pekan pertama dia mulai masuk kembali kantor ini. Cukup lama dia meninggalkan “tanah tumpah darah”nya. Beberapa bulan dia harus istirahat total. Penyakit ginjal telah merubah arah sejarah hidupnya. Mimpi-mimpi indah mulai harus dia kuburkan lebih dini.
Ketegaran fisik dan mental harus dia akhiri sampai disini. Diapun harus terperanjat, ketika vonis dokter mematok angka 2 tahun untuk sisa umurnya. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh onak dan duri, tak pernah hinggap setetespun air mata hinggap dipipinya. Tetapi tidak untuk kali ini.
Meskipun idealisme masih tertanam dalam, tetapi upaya perjuangannya menjadi sejarah. Tongkat estafetpun harus diberikan bagi teman-teman dan anak-anaknya. Teman-teman untuk mimpi komunal, mimpi-mimpi bagaimana mengelola perusahaan agar dapat memiliki daya saing tidak saja pada skala nasional, tetapi setidaknya pada skala regional. Management by Objective, Malcom Baldrige National Quality Award, yang baru diimplementasikan di perusahaan induk beberapa tahun ini, telah dia pikirkan dan dicoba diterapkan di anak perusahaan tempatnya bekerja jauh-jauh hari sebelumnya.
Mimpi untuk anak-anaknya agar melanjutkan tradisi suci bagi tali darahnya. Dia lepaskan seluruh daya upaya, bahkan kadangkala diluar batas kekuatannya untuk membangun generasi baru dengan paradigma perencanaan yang mapan. Baginya pendidikan tingkat rendah adalah pondasi bagi pembentukan pribadi anak, maka harus disiapkan lebih matang, berapapun biaya yang menjadi konsekuensinya. Prinsip ini pula yang diterapkannya saat dia mendapat amanah di pengembangan SDM. Satu bulan pelatihan untuk satu tahun kerja karyawan merupakan prinsip yang telah diimplementasikan pada perusahaannya, saat dia menjabat 10-12 tahun lalu.
Kesedian terpancar diwajahnya, terbayang dalam ingatan, perjuangan masih panjang, impian belum terwujud. Sahabat-sahabat yang menyemai impian yang samapun saat ini sudah tinggal beberapa gelintir, yang lain telah lama menabur benih baru di lahan lain yang lebih subur. Atau larut dalam arus deras pragmatisme sempit.
Dalam kesepian, sesosok tubuh tiba-tiba datang. Tak pernah dia membayangkan kehadiran sosok ini. Wajahnya tetap saja kelihatan enjoy, polos dan gurauannya tidak pernah menyisakan jarak, khas orang-orang yang tidak punya pamrih. Padahal, sudah lebih dari 10 tahun mereka tidak bertemu muka, juga tidak segaris sepersinggunganpun dalam pekerjaan, meskipun masih dalam satu kerajaan bisnis Krakatau Steel. Kedatangannya diluar kebiasaan pertemanan mereka, tetapi patut diduga, bermotif mengunjungi sahabatnya yang baru masuk kantor setelah lama sakit keras.
Seperti biasa, pertemuan sahabat yang telah lama berpisah, pembicaraan pertama akan berputar tentang kondisi kesehatan masing-masing, bagaimana keluarga, bagaimana anak-anak, dan sebagainya-dan sebagainya. Semua cerita mengalir tanpa agenda dan protokoler resmi. Keluar tanpa beban, tanpa dendam. Waktu 1 jam lebih tidak terasa berlalu begitu saja.
Dalam gelak tawanya, dia sangat bangga dipercaya teman-temannya sebagai ketua koperasi, sebuah lembaga bisnis yang setara dengan lembaga-lembaga bisnis
***
Tak terasa, meskipun pertemuan telah usai, masih saja terngiang-ngiang pengakuannya. Bagaimana pangkat, jabatan, dan pekerjaanya masih persis seperti 10 tahun yang lalu, seperi terakhir kali mereka bertemu. Bahkan meja yang dia pakai, adalah meja yang sama saat dia mulai bekerja di perusahaan ini 15 tahun yang lalu, sama persis seperti pertama kali mereka bertemu! Majikan telah berganti-ganti, rolling karyawan telah dilakukan berkali-kali. Tetapi semua tidak untuk kawannya itu.
Pekerjaan tetap seperti yang lalu, juga semangat juang tidak pernah luntur. Bekerja adalah ibadah, lembur tak harus dilebur. Dia tetap dengan tekun datang sebelum lonceng masuk berbunyi, dan pulang ketika lonceng sudah lama bertalu. Baginya pekerjaan apapun adalah mulia. Menjadi ketua koperasi di satu divisi kecil dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Amanah harus dijawab dengan pengabdian yang tulus, mutu harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Kepercayaan adalah kehormatan. Harus dijaga untuk kita, keluarga, sampai anak cucu nanti.
Seperti tragedi sejarah negeri ini, karir, jabatan tak selalu segaris dengan kualitas pekerjaan, prestasi. Berapa banyak ide-ide cemerlang hilang begitu saja. Berapa banyak prestasi yunior, lenyap saat dewasa. Apakah itu sepakbola, olimpiade matematika, fisika, biologi, dsl.
…Ada masalah-masalah lain yang mempengaruhinya, dan seringkali pengaruh itu dominan.
***
Tragis? Ah tidak! Kehidupan nyata memang tak seindah sinetron. Duri-duri tak selalu menjadi tumpul diakhir cerita. Jarum-jarum baru bisa saja muncul ditengah cerita, dan dia tidak harus selalu tumpas diakhir babak. Inilah dunia yang dia fahami sekarang. Dunia yang lebih konkret, dunia yang lebih nyata, dunia yang mengenal sejarah bahkan sekelas nabi Allah-pun bisa terbunuh tanpa balas! Tak selalu yang menyemai, yang akan memetik hasilnya. Di negeri ini bahkan mereka yang tidak pernah menyemai seringkali yang memetik hasilnya. Karir tak selalu sepadan dengan prestasi. Bukan untuk negeri ini, tetapi untuk bangsa sebesar Indonesia, masalah ini menjadi klasik.
Dia menjadi ingat bagaimana benih kebangsaan yang ditanamkan oleh RM Tirto Adhi Soerjo, dan dilanjutkan oleh Samanhoedi ketika silih berganti membangun Sarekat Dagang Islam sejak tahun 1905, sirna oleh kehadiran Boedi Oetomo yang datang lebih baru. Tanpa mengurangi apresasi terhadap gerakan yang telah dilakukan oleh Boedi Oetomo, siapapun tahu Boedi Oetomo bukanlah peletak dasar kebangsaan yang perdana, bahkan sifatnya yang kooperatif dengan Belanda, dan hanya mengkoordinir kaum priyayi Jawa telah menghadirkan Boedi Oetomo menjadi gerakan lokal dan terbatas.
Dan dia sadar, dia bukanlah Soetomo, dia tidak dilahirkan oleh darah Jawa, dia bukan priyayi. Tak cukup prestasi dihargai dari karya diri semata. Perlu dibekali dengan bibit, bebet, bobot
nampak, tetapi
Dia bersyukur, saat ini Assesment Center telah kokoh berdiri, untuk memberikan jaminan bahwa mereka yang punya kapasitas dan kapabilitas yang tertinggi yang patut dihargai. Tinggal bagaimana lembaga ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tanpa kedisiplinan dalam pemanfaatan hasil kajian lembaga ini, lembaga ini bagaikan Burung Garuda Pancasila. Gagah hanya saat menempel di tembok.
(Sudarmono Moedjari, Pemerhati budaya dan teknologi, 24 Agustus 2007)
Selasa, 17 Juni 2008
Andai Kita di Final Piala Dunia
Ya, apa yang Anda bayangkan andaikata Indonesia mendapatkan tiket gratis di Final Sepakbola Piala Dunia? Pertama kali, Penulis yakin, Anda pasti berfikir hal itu tidak mungkin terjadi. Selanjutnya, Anda tidak mau membayangkan apa yang terjadi karena ketidak mungkinan tersebut.
Lepaskan pikiran dari faktor ketidak mungkinan tersebut. Bahwa setidaknya tuan rumah mendapatkan tiket gratis di putaran final adalah fakta bahwa tiket gratis putaran final memungkinkan sebuah negara masuk pada putaran final tanpa harus melalui babak pra-kualifikasi. Jadi masih terbuka kemungkinan tiket gratis dari sisi pandang yang berbeda. Taruhlah di FIFA sendiri terjadi perdebatan seru yang menyebabkan keputusan untuk memberikan tiket gratis ke Indonesia diambil 1 tahun menjelang Babak Final Piala Dunia diselenggarakan.
Nah, apa yang mungkin terjadi dengan kita? Pertama, tentu sebagai bangsa, kita akan bersuka cita atas kesempatan yang diberikan FIFA –kepada kita. FIFA, adalah satu-satunya organisasi persepakbolaan dunia yang diakui semua negara di dunia. Tentu suatu saat dimasa datang tidak hanya FIFA saja yang menaungi persepakbolaan dunia.
Sebagai rasa terima kasih, tidak ada salahnya kita memberikan hadiah khusus pada Sep Blatter - boss-nya FIFA atas jasa Beliau memberikan kesempatan emas ini pada bangsa Indonesia. Kalau perlu kita carikan gadis Indonesia yang mau dikawin kontrak dengan Sep Blatter. Bukankah kata Wakil Presiden kita, lumayan kalau ada kawin kontrak. Seusai kontrak Si Janda bakal memiliki rumah yang bagus, dan keturunan yang memiliki gen lebih baik dari bangsa kita sendiri. Bila kelak sudah cukup umur, “anak Indo” ini bisa kerja menjadi pemain sinetron yang laris (Ah, pantas Pak Wapres didemo saudara-saudara kita dari Cianjur, karena merasa tersinggung).
Selanjutnya, kita harus memasukkan anggaran tambahan dalam RAPBN-T untuk proyek ini. Anggap saja nama proyek ini “PSSI Go Wold Cup”. Jadi perlu ada rekening khusus untuk mensukseskannya. Pak Menteri Keuangan perlu menanyakan pada Menteri Pemuda dan Olah Raga berapa anggaran yang dibutuhkan dan digunakan untuk kegiatan apa saja. Pak Menteri Keuangan pasti menginginkan rincian kegiatan sedetail mungkin, agar audit penggunaan dana nantinya bisa dilakukan dengan tepat.
Jelas Menteri Pemuda dan Olah Raga tidak bisa bekerja sendirian. Pak Menteri pasti harus berkoordinasi dengan KONI. Selanjutnya KONI-pun juga harus rapat dulu dengan PSSI. Mengingat program ini sangat serius, PSSI tidak bisa langsung membuat proposal usulan.
PSSI perlu membuat Tim Kajian, dan Tim ini harus melakukan studi banding pada negara-negara yang suskes membawa timnya di pentas bergengsi ini. Negara yang dikunjungi tidak bisa hanya satu. Harus ada beberapa negara yang mewakili geografis masing-masing benua. Maka studi banding dilakukan ke Mesir sebagai wakil Afrika, siapa tahu sepak bola sudah dikenal sejak jaman Pharaoh membangun piramid? Jadi PSSI bisa belajar perkembangan persepakbolaan sejak jaman Mesir Kuno.
Negara kedua yang harus di kunjungi adalah Perancis. Perancis dilipih karena negeri ini adalah finalis Piala Dunia 2006 (atau bahkan tadi malam juara ya?). Juga Perancis mampu menyandingkan kekuatan sepakbola dengan dunia fashion. Bangsa Indonesia yang kata Bung Karno memiliki cita rasa seni sangat tinggi patut melakukan komparasi dengan Perancis.
Negara ketiga, Australia. Australia merupakan negeri surga bagi para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di negara yang berbasis bahasa Inggris, dengan kualitas pendidikan tinggi. Juga Australia mampu membawa kesebelasannya ke babak 16 besar Piala Dunia 2006. Jadi Tim dapat mempelajari bagaimana pendidikan berkualitas tinggi memiliki kontribusi terhadap kemajuan persepakbolaan. Syukur-syukur bisa mampir menjenguk anak.
Negara keempat masih dalam perdebatan, apakah Korea Selatan, atau Singapura? Tim masih berfikir keras, apa alasan pembenar bila harus ke Korea, atau Singapura. Tim harus sowan dulu ke Ketua PSSI, barangkali ada titipan jawaban atas kedua pilihan tersebut. Sayang Ketua PSSI hanya bisa dikunjungi pada siang hari. Dan waktunyapun terbatas, sesuai dengan jam bezuk Lembaga Pemasyarakatan.
Selanjutnya, Tim juga harus melakukan fit & proper terhadap calon Pelatih yang akan menangani kesebelasan Nasional tersebut. Guss Hiddink merupakan kandidat kuat. Sosok ini dipilih karena telah suskes membawa Korea Selatan menjadi 8 besar kesebelasan dunia pada tahun 2002, dan membawa Australia ke 16 besar tahun ini. Juga bagi sebagian orang Indonesia, Gus Hiding dianggap masih saudara dengan Gus Dur, atau Gus Mus. Kalau sudah ada hubungan darah, hubungan kesukuan, apalagi sesama putra daerah. Semuanya menjadi lebih gampang diatur.
Dalam hitung-hitungan, untuk urusan proposal anggaran, studi banding sampai keputusan diperlukan waktu setidaknya 6 bulan. Tinggalah waktu tersisa 6 bulan untuk persiapan teknis. Pilihan calon pemainpun dibuka, surat-surat titipan calon yang sebelumnya menumpuk mulai disortir berdasarkan jabatan penulis surat. SMS – seperti “idol-idol” mulai ditayangkan ke televisi.
Latihan bak sangkuriang segera diprogramkan. “Tim sukses” mulai dibuat. Tinggalah melangkah ke medan laga. Sayang…. Meskipun telah dilakukan berbagai cara dan upaya, baik halal maupun haram, baik melalui latihan keras, maupun bantuan dukun telah dilakukan. Tetap saja kesebelasan kita tidak mampu menghasilkan gol, bahkan kita selalu memecahkan rekor, kemasukan gol paling banyak sepanjang sejarah Piala Dunia. Inipun sepanjang pertandingan ke 11 pemain nongkrong di daerah pinalti kita sendiri!
(Sudarmono Moedjari , Ketua I STIKOM Al Khairiyah, Anggota PD Muhammadiyah Cilegon, alamat email: darmono@kit.co.id, 10/7/2006)
Lepaskan pikiran dari faktor ketidak mungkinan tersebut. Bahwa setidaknya tuan rumah mendapatkan tiket gratis di putaran final adalah fakta bahwa tiket gratis putaran final memungkinkan sebuah negara masuk pada putaran final tanpa harus melalui babak pra-kualifikasi. Jadi masih terbuka kemungkinan tiket gratis dari sisi pandang yang berbeda. Taruhlah di FIFA sendiri terjadi perdebatan seru yang menyebabkan keputusan untuk memberikan tiket gratis ke Indonesia diambil 1 tahun menjelang Babak Final Piala Dunia diselenggarakan.
Nah, apa yang mungkin terjadi dengan kita? Pertama, tentu sebagai bangsa, kita akan bersuka cita atas kesempatan yang diberikan FIFA –kepada kita. FIFA, adalah satu-satunya organisasi persepakbolaan dunia yang diakui semua negara di dunia. Tentu suatu saat dimasa datang tidak hanya FIFA saja yang menaungi persepakbolaan dunia.
Sebagai rasa terima kasih, tidak ada salahnya kita memberikan hadiah khusus pada Sep Blatter - boss-nya FIFA atas jasa Beliau memberikan kesempatan emas ini pada bangsa Indonesia. Kalau perlu kita carikan gadis Indonesia yang mau dikawin kontrak dengan Sep Blatter. Bukankah kata Wakil Presiden kita, lumayan kalau ada kawin kontrak. Seusai kontrak Si Janda bakal memiliki rumah yang bagus, dan keturunan yang memiliki gen lebih baik dari bangsa kita sendiri. Bila kelak sudah cukup umur, “anak Indo” ini bisa kerja menjadi pemain sinetron yang laris (Ah, pantas Pak Wapres didemo saudara-saudara kita dari Cianjur, karena merasa tersinggung).
Selanjutnya, kita harus memasukkan anggaran tambahan dalam RAPBN-T untuk proyek ini. Anggap saja nama proyek ini “PSSI Go Wold Cup”. Jadi perlu ada rekening khusus untuk mensukseskannya. Pak Menteri Keuangan perlu menanyakan pada Menteri Pemuda dan Olah Raga berapa anggaran yang dibutuhkan dan digunakan untuk kegiatan apa saja. Pak Menteri Keuangan pasti menginginkan rincian kegiatan sedetail mungkin, agar audit penggunaan dana nantinya bisa dilakukan dengan tepat.
Jelas Menteri Pemuda dan Olah Raga tidak bisa bekerja sendirian. Pak Menteri pasti harus berkoordinasi dengan KONI. Selanjutnya KONI-pun juga harus rapat dulu dengan PSSI. Mengingat program ini sangat serius, PSSI tidak bisa langsung membuat proposal usulan.
PSSI perlu membuat Tim Kajian, dan Tim ini harus melakukan studi banding pada negara-negara yang suskes membawa timnya di pentas bergengsi ini. Negara yang dikunjungi tidak bisa hanya satu. Harus ada beberapa negara yang mewakili geografis masing-masing benua. Maka studi banding dilakukan ke Mesir sebagai wakil Afrika, siapa tahu sepak bola sudah dikenal sejak jaman Pharaoh membangun piramid? Jadi PSSI bisa belajar perkembangan persepakbolaan sejak jaman Mesir Kuno.
Negara kedua yang harus di kunjungi adalah Perancis. Perancis dilipih karena negeri ini adalah finalis Piala Dunia 2006 (atau bahkan tadi malam juara ya?). Juga Perancis mampu menyandingkan kekuatan sepakbola dengan dunia fashion. Bangsa Indonesia yang kata Bung Karno memiliki cita rasa seni sangat tinggi patut melakukan komparasi dengan Perancis.
Negara ketiga, Australia. Australia merupakan negeri surga bagi para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di negara yang berbasis bahasa Inggris, dengan kualitas pendidikan tinggi. Juga Australia mampu membawa kesebelasannya ke babak 16 besar Piala Dunia 2006. Jadi Tim dapat mempelajari bagaimana pendidikan berkualitas tinggi memiliki kontribusi terhadap kemajuan persepakbolaan. Syukur-syukur bisa mampir menjenguk anak.
Negara keempat masih dalam perdebatan, apakah Korea Selatan, atau Singapura? Tim masih berfikir keras, apa alasan pembenar bila harus ke Korea, atau Singapura. Tim harus sowan dulu ke Ketua PSSI, barangkali ada titipan jawaban atas kedua pilihan tersebut. Sayang Ketua PSSI hanya bisa dikunjungi pada siang hari. Dan waktunyapun terbatas, sesuai dengan jam bezuk Lembaga Pemasyarakatan.
Selanjutnya, Tim juga harus melakukan fit & proper terhadap calon Pelatih yang akan menangani kesebelasan Nasional tersebut. Guss Hiddink merupakan kandidat kuat. Sosok ini dipilih karena telah suskes membawa Korea Selatan menjadi 8 besar kesebelasan dunia pada tahun 2002, dan membawa Australia ke 16 besar tahun ini. Juga bagi sebagian orang Indonesia, Gus Hiding dianggap masih saudara dengan Gus Dur, atau Gus Mus. Kalau sudah ada hubungan darah, hubungan kesukuan, apalagi sesama putra daerah. Semuanya menjadi lebih gampang diatur.
Dalam hitung-hitungan, untuk urusan proposal anggaran, studi banding sampai keputusan diperlukan waktu setidaknya 6 bulan. Tinggalah waktu tersisa 6 bulan untuk persiapan teknis. Pilihan calon pemainpun dibuka, surat-surat titipan calon yang sebelumnya menumpuk mulai disortir berdasarkan jabatan penulis surat. SMS – seperti “idol-idol” mulai ditayangkan ke televisi.
Latihan bak sangkuriang segera diprogramkan. “Tim sukses” mulai dibuat. Tinggalah melangkah ke medan laga. Sayang…. Meskipun telah dilakukan berbagai cara dan upaya, baik halal maupun haram, baik melalui latihan keras, maupun bantuan dukun telah dilakukan. Tetap saja kesebelasan kita tidak mampu menghasilkan gol, bahkan kita selalu memecahkan rekor, kemasukan gol paling banyak sepanjang sejarah Piala Dunia. Inipun sepanjang pertandingan ke 11 pemain nongkrong di daerah pinalti kita sendiri!
(Sudarmono Moedjari , Ketua I STIKOM Al Khairiyah, Anggota PD Muhammadiyah Cilegon, alamat email: darmono@kit.co.id, 10/7/2006)
Rabu, 11 Juni 2008
Generasi Emas dari Negeri Busung Lapar
"Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin menjadi profesor di universitas Amerika Serikat" begitulah tekad Sang Tokoh ketika masih bau kencur. Usia dimana teman-teman sebayanya masih asyik bermain kelereng dan petak umpet. Dan cita-cita yang bagi sebagian besar bangsa ini dianggap terlalu ambisius, tidak masuk akal, dan cenderung “gila”.
Tetapi tidak! Berbeda dengan lingkungan sebangsanya, tekad tersebut tidak hanya sekedar ditancapkan, kemudian ditinggal tidur untuk mencari mimpi yang lebih indah, sambil melupakan cita-cita terdahulu. Tidak! Sang tokoh konsisten dengan cita-cita tersebut. Upaya dilakukan dengan tekun dan bekerja keras. Sang Tokoh berusaha menapak impiannya untuk menjadi kenyataan hidup. Buku-buku kelas dunia mulai ia baca. Biogarfi Albert Einstein, Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann menjadi mainan anak kecil ini. Dari bacaan tersebut terpampang impian untuk meniru langkah-langkahnya. Albert Einstein bapak teori relatifitas masa dan energi, pemenang hadiah Nobel Fisika tahun 1905-an menjadi inspirator utama Sang Tokoh. "Mereka orang-orang hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi Guru Besar, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu"
Semangatnya yang tinggi, tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah risetdan dunia akademisinya membuat Sang Tokoh mendapatkan puluhan penghargaan dan beasiswa. Usai menyelesaikan sekolah di SMU Sutomo 1 Medan, Sang Tokoh terbang ke AS, melanjutkan pendidikan S1, S2, dan S3 di University of Wisconsin Madison. Amerika Serikat. Salah satu universitas yang prestisius di Amerika Serikat. Disinilah kiprah mendunia Sang Tokoh mulai diukir.
Riset-riset dan penelitian dasar mulai ia tekuni. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah internasional. Dia sering diundang menjadi pembicara utama danpenceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain diAS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Kiprah penemuannya ditorehkan dalam tiga hasil karya ilmiah yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure, optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Penemuan-penemuan yang di negara-negara majupun masih sangat dihormati. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset tersebut, dua bukukarya Sang Tokoh sedang dalam proses penerbitan. Kedua buku tersebutmerupakan buku teks wajib bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Prestasinya selama menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3 menghantarkan Sang Tokoh menjadi “rebutan” universitas papan atas di negeri Paman Sam. Bila Sang Tokoh memilih Lehigh University, salah satu universitas ternama di AS, hal itu karena universitas ini mengalokasikan anggaran riset yang sangat menjanjikan. Prasyarat yang selalu menjadi idaman para peneliti.
Tidak perlu waktu yang panjang untuk meraih puncak prestasi yang lebih tinggi. Hanya dalam beberapa waktu Sang Tokoh telah melejit menjadi Guru Besar di Universitas ini, menyisihkan 300 Doktor terkemuka di AS. Dan yang patut dicatat, semua prestasi tersebut diraih ketika usia Sang Tokoh belum genap 26 tahun! Dengan usia semuda itu, menghantarkan Sang Tokoh menjadi Guru Besar termuda di Amerika Serikat! Prof Nelson Tansu PhD! Lahir 20 Oktober 1977, diangkat menjadi Assistant Professor beberapa tahun lalu. Dan patut dibanggakan, sampai sekarang Sang Tokoh masih memegang paspor hijau berlambang garuda! "Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya” Demikian prinsip hidup Sang Tokoh.
Bila orang Turki menganggap Prof Nelson Tansu PhD masih famili Tansu Ciller, mantan perdana menteri(PM) Turki sehingga dengan bangga mencantumkan nama profesor muda ini dalam berbagai websitenya. Atau bila bangsa Jepang juga menganggap Tansu adalah warga negaranya (karena nama Tansu mirip nama-nama warga Jepang), dan dengan bangga mengajak “pulang” kampung untuk mengajar negerinya. Atau orang Taiwan menganggap Tansu berasal dari kata Tan Shu. Atau orang Afika Selatan juga mengakui Sang Tokoh warga Afrika Selatan, karena nama Nelson. Tentu Sang Tokoh benar-benar orang yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa besar di dunia ini. Tetapi syukurlah Sang Tokoh masih betah mempertahankan paspor Burung Garuda "Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia"
Inilah Prof Nelson Tansu PhD, Fenomena Generasi Emas dari Negeri Busung Lapar! Negeri yang tidak pernah mencoba memberikan tempat bagi mereka yang visioner. Negeri yang tidak cukup memberikan kepedulian pada kualitas generasi yang akan datang.
(Sudarmono.Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, 20 Juni 2005)
Tetapi tidak! Berbeda dengan lingkungan sebangsanya, tekad tersebut tidak hanya sekedar ditancapkan, kemudian ditinggal tidur untuk mencari mimpi yang lebih indah, sambil melupakan cita-cita terdahulu. Tidak! Sang tokoh konsisten dengan cita-cita tersebut. Upaya dilakukan dengan tekun dan bekerja keras. Sang Tokoh berusaha menapak impiannya untuk menjadi kenyataan hidup. Buku-buku kelas dunia mulai ia baca. Biogarfi Albert Einstein, Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann menjadi mainan anak kecil ini. Dari bacaan tersebut terpampang impian untuk meniru langkah-langkahnya. Albert Einstein bapak teori relatifitas masa dan energi, pemenang hadiah Nobel Fisika tahun 1905-an menjadi inspirator utama Sang Tokoh. "Mereka orang-orang hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi Guru Besar, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu"
Semangatnya yang tinggi, tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah risetdan dunia akademisinya membuat Sang Tokoh mendapatkan puluhan penghargaan dan beasiswa. Usai menyelesaikan sekolah di SMU Sutomo 1 Medan, Sang Tokoh terbang ke AS, melanjutkan pendidikan S1, S2, dan S3 di University of Wisconsin Madison. Amerika Serikat. Salah satu universitas yang prestisius di Amerika Serikat. Disinilah kiprah mendunia Sang Tokoh mulai diukir.
Riset-riset dan penelitian dasar mulai ia tekuni. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah internasional. Dia sering diundang menjadi pembicara utama danpenceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain diAS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Kiprah penemuannya ditorehkan dalam tiga hasil karya ilmiah yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure, optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Penemuan-penemuan yang di negara-negara majupun masih sangat dihormati. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset tersebut, dua bukukarya Sang Tokoh sedang dalam proses penerbitan. Kedua buku tersebutmerupakan buku teks wajib bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Prestasinya selama menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3 menghantarkan Sang Tokoh menjadi “rebutan” universitas papan atas di negeri Paman Sam. Bila Sang Tokoh memilih Lehigh University, salah satu universitas ternama di AS, hal itu karena universitas ini mengalokasikan anggaran riset yang sangat menjanjikan. Prasyarat yang selalu menjadi idaman para peneliti.
Tidak perlu waktu yang panjang untuk meraih puncak prestasi yang lebih tinggi. Hanya dalam beberapa waktu Sang Tokoh telah melejit menjadi Guru Besar di Universitas ini, menyisihkan 300 Doktor terkemuka di AS. Dan yang patut dicatat, semua prestasi tersebut diraih ketika usia Sang Tokoh belum genap 26 tahun! Dengan usia semuda itu, menghantarkan Sang Tokoh menjadi Guru Besar termuda di Amerika Serikat! Prof Nelson Tansu PhD! Lahir 20 Oktober 1977, diangkat menjadi Assistant Professor beberapa tahun lalu. Dan patut dibanggakan, sampai sekarang Sang Tokoh masih memegang paspor hijau berlambang garuda! "Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya” Demikian prinsip hidup Sang Tokoh.
Bila orang Turki menganggap Prof Nelson Tansu PhD masih famili Tansu Ciller, mantan perdana menteri(PM) Turki sehingga dengan bangga mencantumkan nama profesor muda ini dalam berbagai websitenya. Atau bila bangsa Jepang juga menganggap Tansu adalah warga negaranya (karena nama Tansu mirip nama-nama warga Jepang), dan dengan bangga mengajak “pulang” kampung untuk mengajar negerinya. Atau orang Taiwan menganggap Tansu berasal dari kata Tan Shu. Atau orang Afika Selatan juga mengakui Sang Tokoh warga Afrika Selatan, karena nama Nelson. Tentu Sang Tokoh benar-benar orang yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa besar di dunia ini. Tetapi syukurlah Sang Tokoh masih betah mempertahankan paspor Burung Garuda "Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia"
Inilah Prof Nelson Tansu PhD, Fenomena Generasi Emas dari Negeri Busung Lapar! Negeri yang tidak pernah mencoba memberikan tempat bagi mereka yang visioner. Negeri yang tidak cukup memberikan kepedulian pada kualitas generasi yang akan datang.
(Sudarmono.Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, 20 Juni 2005)
Jumat, 06 Juni 2008
Biografi Orang-orang Kalah
Semahal apakah sepatu Bally, sehingga orang sekelas Bung Hatta tidak mampu untuk membelinya? Atau… inilah “kelas” Bung Hatta dalam laku kesederhanaan dan kejujuran. Sebagai pemegang otoritas keilmuan dalam bidang ekonomi pada perguruan tinggi ternama di negeri Belanda, sebagai mantan orang nomor 2 di Indonesia, bahkan posisinya tidak pernah dapat ditandingi oleh siapapun (kecuali Soekarno) - sebagai proklamator NKRI, jangankan sepasang sepatu, apatah susahnya menjadi komisaris pabrik sepatu yang telah bertebaran di bumi pertiwi? Tinggal tilpun Menteri Perindustrian atau Ketua Kadin, jangankan menjadi komisaris, meminta saham kosongpun mereka dengan mudah akan mampu memenuhinya (tinggal mengeluarkan “surat sakti” saja kan Bu Menteri/Pak Ketua Kadin?).
Tetapi tidak, itu bukan kepribadian Hatta! Kejujuran, kedisiplinan, taat azas, setia pada prinsip, kejuangan pada negara, merupakan ruh inti pribadi Hatta. Mahasiswa UI tidak perlu repot-repot mencari patokan untuk mencocokkan jam tangan, cukup mereka mendengarkan sirine mobil dinas Sang Wapres pada pagi hari, mereka serta merta tahu bahwa waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB!
Bila jabatan Wapres telah Beliau tinggalkan, pantang baginya untuk meminta-minta tunjangan dan/atau pendapatan lain apapun selain gaji pensiunan sebagai pejabat tinggi negara, meskipun untuk laku ini anak-anak Sang Tokoh harus hidup sangat sederhana, bahkan pakaian seragam SD-pun hanya punya 3 stel untuk dipakai bergantian selama sepekan, tanpa punya cadangan, tanpa pembaharuan dalam beberapa tahun.
Setia pada prinsip meskipun berat resiko yang dihadapi Beliau tunjukkan saat beliau harus ditahan pada jaman menjadi mahasiswa di Belanda, ditahan sesaat setelah datang dari Belanda (1933-1934), dan puncaknya saat memutuskan untuk mundur dari kursi empuk dan terhormat: Wakil Presiden Republik Indonesia (11 Desember 1956). Mundur karena setia pada prinsip: demokrasi tidak bisa bersanding dengan otokrasi (kekuasaan mutlak), komunis tidak bisa bergandengan tangan dengan demokrasi.
Bila 10 tahun kemudian premis Beliau terbukti benar, Bung Karno gagal dalam menerapkan Demokrasi Terpimpin dan komunis harus berhadapan dengan seluruh komponen bangsa lainnya; darah berceceran di setiap sudut bumi pertiwi, Bung Karno harus lengser dengan tidak terhormat, rakyat harus sabar untuk terus menanggung derita kemiskinan yang tiada tara maka inilah jati diri kepiawaian Bung Hatta dalam membaca arah sejarah Indonesia. Kesalahan arah yang telah Beliau prihatinkan jauh hari sebelumnya, kesalahan arah yang telah Beliau ingatkan pada para pemimpin dan rakyat Indonesia semua, kesalahan arah yang memaksa Bung Hatta menentukan sikap untuk mundur dari jabatan terhormat Wakil Presiden RI.
Dengarkan apa pesan Bung Hatta, beberapa waktu setelah Beliau mengundurkan diri:
"Revolusi kita menang dalam menegakkan negara baru, dalam menghidupkan kepribadian bangsa. Tetapi revolusi kita kalah dalam melaksanakan cita-cita sosialnya. …
Oleh karena krisis ini merupakan krisis demokrasi, maka perlulah hidup politik diperbaiki, partai-partai mengindahkan dasar-dasar moral dalam segala tindakannya. Korupsi harus diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan tidak memandang bulu"
Pesan yang masih relevan untuk jaman ini, 47 tahun berselang. Entah sangking hebatnya pesan tersebut, atau kecerobohan pemimpin kita dalam mengelola negeri selama ini!
***
Kemenangan bagi orang-orang besar bukanlah tujuan akhir. Mereka lebih mengedepankan prinsip-prinsip hidup yang diyakini benar, meskipun kekalahan dan derita menghadang didepan. Baginya keberhasilan tujuan tidak harus didapat dari kemenangan dalam kontes jangka pendek.
Penulisan sejarah memang selalu berpihak pada mereka yang berkuasa. Kita seringkali tidak mengenal secara utuh tokoh-tokoh kalah atau mengalah. Banyak tokoh-tokoh kalah atau mengalah sadar untuk menuju puncak harus melewati rintangan-rintangan yang bahkan harus menabrak nilai-nilai luhur yang mereka pegang. Pada titik inilah mereka “menyerah” dan memberi kesempatan pada tokoh lain untuk melanjutkan cita-citanya, meskipun kadangkala harus mengorbankan idealisme, bahkan menjilat kanan-kiri. Seperti juga Hatta, mereka lebih memilih menorehkan sejarah dalam jangka panjang, untuk dikenang oleh mereka yang mau bercermin dalam mencari kebenaran sejati.
Kita tidak harus menjadi calon presiden, wakil presiden, direktur, manajer, untuk meneladani titi laku Sang Tokoh, saat ini selayaknya kita bisa meneladani Beliau, apapun posisi kita, jabatan kita, kekayaan kita. Nilai luhur kemanusiaan harus selalu melekat pada diri kita.
Bila sampai akhir hayatnya Bung Hatta hanya bisa sebatas mengkliping iklan sepatu Bally, biarlah ini dicatat sebagai bunga-bunga indah kehidupan kita! Sepenggal mutiara dari Biografi orang-orang kalah atau mengalah.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-187, 2/8/2004)
Tetapi tidak, itu bukan kepribadian Hatta! Kejujuran, kedisiplinan, taat azas, setia pada prinsip, kejuangan pada negara, merupakan ruh inti pribadi Hatta. Mahasiswa UI tidak perlu repot-repot mencari patokan untuk mencocokkan jam tangan, cukup mereka mendengarkan sirine mobil dinas Sang Wapres pada pagi hari, mereka serta merta tahu bahwa waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB!
Bila jabatan Wapres telah Beliau tinggalkan, pantang baginya untuk meminta-minta tunjangan dan/atau pendapatan lain apapun selain gaji pensiunan sebagai pejabat tinggi negara, meskipun untuk laku ini anak-anak Sang Tokoh harus hidup sangat sederhana, bahkan pakaian seragam SD-pun hanya punya 3 stel untuk dipakai bergantian selama sepekan, tanpa punya cadangan, tanpa pembaharuan dalam beberapa tahun.
Setia pada prinsip meskipun berat resiko yang dihadapi Beliau tunjukkan saat beliau harus ditahan pada jaman menjadi mahasiswa di Belanda, ditahan sesaat setelah datang dari Belanda (1933-1934), dan puncaknya saat memutuskan untuk mundur dari kursi empuk dan terhormat: Wakil Presiden Republik Indonesia (11 Desember 1956). Mundur karena setia pada prinsip: demokrasi tidak bisa bersanding dengan otokrasi (kekuasaan mutlak), komunis tidak bisa bergandengan tangan dengan demokrasi.
Bila 10 tahun kemudian premis Beliau terbukti benar, Bung Karno gagal dalam menerapkan Demokrasi Terpimpin dan komunis harus berhadapan dengan seluruh komponen bangsa lainnya; darah berceceran di setiap sudut bumi pertiwi, Bung Karno harus lengser dengan tidak terhormat, rakyat harus sabar untuk terus menanggung derita kemiskinan yang tiada tara maka inilah jati diri kepiawaian Bung Hatta dalam membaca arah sejarah Indonesia. Kesalahan arah yang telah Beliau prihatinkan jauh hari sebelumnya, kesalahan arah yang telah Beliau ingatkan pada para pemimpin dan rakyat Indonesia semua, kesalahan arah yang memaksa Bung Hatta menentukan sikap untuk mundur dari jabatan terhormat Wakil Presiden RI.
Dengarkan apa pesan Bung Hatta, beberapa waktu setelah Beliau mengundurkan diri:
"Revolusi kita menang dalam menegakkan negara baru, dalam menghidupkan kepribadian bangsa. Tetapi revolusi kita kalah dalam melaksanakan cita-cita sosialnya. …
Oleh karena krisis ini merupakan krisis demokrasi, maka perlulah hidup politik diperbaiki, partai-partai mengindahkan dasar-dasar moral dalam segala tindakannya. Korupsi harus diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan tidak memandang bulu"
Pesan yang masih relevan untuk jaman ini, 47 tahun berselang. Entah sangking hebatnya pesan tersebut, atau kecerobohan pemimpin kita dalam mengelola negeri selama ini!
***
Kemenangan bagi orang-orang besar bukanlah tujuan akhir. Mereka lebih mengedepankan prinsip-prinsip hidup yang diyakini benar, meskipun kekalahan dan derita menghadang didepan. Baginya keberhasilan tujuan tidak harus didapat dari kemenangan dalam kontes jangka pendek.
Penulisan sejarah memang selalu berpihak pada mereka yang berkuasa. Kita seringkali tidak mengenal secara utuh tokoh-tokoh kalah atau mengalah. Banyak tokoh-tokoh kalah atau mengalah sadar untuk menuju puncak harus melewati rintangan-rintangan yang bahkan harus menabrak nilai-nilai luhur yang mereka pegang. Pada titik inilah mereka “menyerah” dan memberi kesempatan pada tokoh lain untuk melanjutkan cita-citanya, meskipun kadangkala harus mengorbankan idealisme, bahkan menjilat kanan-kiri. Seperti juga Hatta, mereka lebih memilih menorehkan sejarah dalam jangka panjang, untuk dikenang oleh mereka yang mau bercermin dalam mencari kebenaran sejati.
Kita tidak harus menjadi calon presiden, wakil presiden, direktur, manajer, untuk meneladani titi laku Sang Tokoh, saat ini selayaknya kita bisa meneladani Beliau, apapun posisi kita, jabatan kita, kekayaan kita. Nilai luhur kemanusiaan harus selalu melekat pada diri kita.
Bila sampai akhir hayatnya Bung Hatta hanya bisa sebatas mengkliping iklan sepatu Bally, biarlah ini dicatat sebagai bunga-bunga indah kehidupan kita! Sepenggal mutiara dari Biografi orang-orang kalah atau mengalah.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-187, 2/8/2004)
Antara Debus, Golok dan Serambi Madinah
Kesenian dan kebudayaan adalah produk semua bangsa. Dengan karakteristiknya masing-masing, setiap etnis memiliki ciri khas kesenian yang mewakili entitas bangsa tersebut. Sebagai bagian dari peradaban, kelahiran kesenian dan kebudayaan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup yang berkembang pada masyarakat. Pandangan hidup dapat lahir dari prinsip-prinsip keberagamaan atau kepercayaan dasar setiap insan masayarakat.
Pada proses selanjutnya, saat harus dilakukan pembentukan citra suku/bangsa, lazimnya dalam satu komunitas akan dipilih salah satu dari beragam kesenian atau kebudayaan yang ada saat untuk dipilih yang paling khas/unik sebagai “identitas” suatu suku/bangsa, karya cipta “monumental”. Dalam proses pemilihan inilah seringkali dunia kesenian dan kebudayaan harus berhadapan dengan komunitas politik dan juga tidak bisa terlepas dari dominasi pemain ekonomi yang tentu mempertimbangkan motif ekonomi.
Kita bisa menyaksikan, bagaimana Bali dengan beragam tarian yang indah dan dinamis, dan karya patung yang memiliki ciri khas Bali. Suku Asmat yang menghasilkan seni pahat yang sangat dikagumi berbagai wisatawan. Atau pada skala dunia – seni Piramid di Mesir, Borobudur di Jawa Tengah, Taj Mahal di India, dsb. Semua karya seni tersebut tidak bisa dilepaskan dari pemahaman masyarakat sekitar tentang apa makna dan tujuan hidup, bagaimana men-sikapi penghargaan masyarakat pada kekuatan diluar kemampuan diri sendiri maupun kemampuan kelompok secara kolektif. Kekuatan tersebut bisa berarti Tuhan, Sang Hyang Widhi, Roh Nenek Moyang, atau pemahaman tentang kekuatan-kekuatan supranatural yang lainnya.
Karya Piramid merupakan contoh nyata, demikian dominannya pengaruh politik dan kekuasan dalam karya seni pahat terbesar didunia tersebut. Hanya raja-raja dan para pemimpin politik berpengaruh sajalah yang dapat dikuburkan pada tempat pemakaman tersebut. Demikian juga pada Taj Mahal, dibangun dari rasa cinta Sang Raja pada permasiusi tecinta, yang meninggal terlebih dahulu.
***
Banten, sebagai suatu entitas masyarakat yang baru mendapatkan kembali pengakuan politiknya setelah lama dimarjinalisasi oleh kekuasaan tentu juga perlu memiliki citra identitas kesenian yang monumental. Identitas yang lahir dari bumi Banten, dan dari proses sejarah yang panjang. Bila pada akhirnya muncul alternatif Golok dan Debus sebagai identitas Banten, tentu hal itu harus dianggap sebagai bagian dari proses pencarian yang baru dimulai. Langkah selanjutnya adalah uji shahih, apakah pilihan itu tepat, atau ada alternatif lain yang lebih indah dan anggun, karena kesenian adalah puncak dari ekspresi keindahan.
Uji shahih, apakah golok dan debus lahir pada periode pra-sejarah Banten, periode sejarah kejayaan Banten yang kehadirannya diakui bahkan sampai ke Kerajaan Inggris Raya, atau periode marjinalisasi kerajaan Banten setelah keraton Surosuwan dibakar habis oleh kekuasaan kolonial? Bila memang golok dan debus merupakan ekspresi peradaban pra-sejarah Banten, haruskah kelestarian tradisi ini kita pegang teguh tanpa koreksi, bila tata nilai masyarakat yang membawa kesenian ini telah berbeda?
Setidaknya ada 2 hal yang patut dicermati bila golok dan debus menjadi wakil dari citra berkesenian kita. Pertama bagaimana menghilangkan golok dan debus dari citra kekerasan, kedigdayaan, dan mengalahkan lawan hanya dengan keunggulan dalam adu fisik. Kedua bagaimana menghilangkan citra ke-syirikan yang selalu menyertai produk budaya tersebut. Kedua citra tersebut sangat kontra produktif dengan mimpi kita untuk menjadikan propinsi ini sebagai Serambi Madinah. Tentu semua ini harus menjadi PR kita bersama.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-187, pemerhati budaya dan teknologi, 19/9/2005)
Pada proses selanjutnya, saat harus dilakukan pembentukan citra suku/bangsa, lazimnya dalam satu komunitas akan dipilih salah satu dari beragam kesenian atau kebudayaan yang ada saat untuk dipilih yang paling khas/unik sebagai “identitas” suatu suku/bangsa, karya cipta “monumental”. Dalam proses pemilihan inilah seringkali dunia kesenian dan kebudayaan harus berhadapan dengan komunitas politik dan juga tidak bisa terlepas dari dominasi pemain ekonomi yang tentu mempertimbangkan motif ekonomi.
Kita bisa menyaksikan, bagaimana Bali dengan beragam tarian yang indah dan dinamis, dan karya patung yang memiliki ciri khas Bali. Suku Asmat yang menghasilkan seni pahat yang sangat dikagumi berbagai wisatawan. Atau pada skala dunia – seni Piramid di Mesir, Borobudur di Jawa Tengah, Taj Mahal di India, dsb. Semua karya seni tersebut tidak bisa dilepaskan dari pemahaman masyarakat sekitar tentang apa makna dan tujuan hidup, bagaimana men-sikapi penghargaan masyarakat pada kekuatan diluar kemampuan diri sendiri maupun kemampuan kelompok secara kolektif. Kekuatan tersebut bisa berarti Tuhan, Sang Hyang Widhi, Roh Nenek Moyang, atau pemahaman tentang kekuatan-kekuatan supranatural yang lainnya.
Karya Piramid merupakan contoh nyata, demikian dominannya pengaruh politik dan kekuasan dalam karya seni pahat terbesar didunia tersebut. Hanya raja-raja dan para pemimpin politik berpengaruh sajalah yang dapat dikuburkan pada tempat pemakaman tersebut. Demikian juga pada Taj Mahal, dibangun dari rasa cinta Sang Raja pada permasiusi tecinta, yang meninggal terlebih dahulu.
***
Banten, sebagai suatu entitas masyarakat yang baru mendapatkan kembali pengakuan politiknya setelah lama dimarjinalisasi oleh kekuasaan tentu juga perlu memiliki citra identitas kesenian yang monumental. Identitas yang lahir dari bumi Banten, dan dari proses sejarah yang panjang. Bila pada akhirnya muncul alternatif Golok dan Debus sebagai identitas Banten, tentu hal itu harus dianggap sebagai bagian dari proses pencarian yang baru dimulai. Langkah selanjutnya adalah uji shahih, apakah pilihan itu tepat, atau ada alternatif lain yang lebih indah dan anggun, karena kesenian adalah puncak dari ekspresi keindahan.
Uji shahih, apakah golok dan debus lahir pada periode pra-sejarah Banten, periode sejarah kejayaan Banten yang kehadirannya diakui bahkan sampai ke Kerajaan Inggris Raya, atau periode marjinalisasi kerajaan Banten setelah keraton Surosuwan dibakar habis oleh kekuasaan kolonial? Bila memang golok dan debus merupakan ekspresi peradaban pra-sejarah Banten, haruskah kelestarian tradisi ini kita pegang teguh tanpa koreksi, bila tata nilai masyarakat yang membawa kesenian ini telah berbeda?
Setidaknya ada 2 hal yang patut dicermati bila golok dan debus menjadi wakil dari citra berkesenian kita. Pertama bagaimana menghilangkan golok dan debus dari citra kekerasan, kedigdayaan, dan mengalahkan lawan hanya dengan keunggulan dalam adu fisik. Kedua bagaimana menghilangkan citra ke-syirikan yang selalu menyertai produk budaya tersebut. Kedua citra tersebut sangat kontra produktif dengan mimpi kita untuk menjadikan propinsi ini sebagai Serambi Madinah. Tentu semua ini harus menjadi PR kita bersama.
(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-187, pemerhati budaya dan teknologi, 19/9/2005)
Langganan:
Komentar (Atom)
