Kamis, 07 Agustus 2008

Jembatan Emas

“Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu?
Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka!
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun ‘33 saya telah menulis satu risalah, Risalah yang bernama „Mencapai Indonesia Merdeka". Maka di dalam risalah tahun ‘33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas . Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, - in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah „jembatan" itu diletakkan oleh Ibn saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi arabia. Orang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, - semuanya diseberang jembatan.
Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannnya tuan-tuan punya semangat, -jikalau tuan-tuan demikian-, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, pada hal semboyan Indonesia merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan „INDONESIA MERDEKA SEKARANG". Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang! Sekarang! Sekarang!“
***
Inilah teriakan Sang Bung, saat mempersiapkan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan Indonesia, 1 Juni – 60 tahun yang lalu. Badan yang dinamakan “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai" dimana Sang Bung merupakan salah satu anggotanya, telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945. Pada akhir sidang pertama itulah prinsip-prinsip dasar bernegara disampaikan oleh Sang Bung. Kita sekarang mengenal pidato tersebut sebagai pidato Lahirnya Pancasila.

Dan prinsip-prinsip dasar tersebut pada akhirnya diterjemahkan dalam 2,5 bulan berikutnya. 17 Agustus 1945. Tanpa modal apapun Sang Bung beserta rekan-rekannya memasang bendera merah putih didepan rumahnya, sambil membaca catatan Deklarasi Kemerdekaan.

Tidak terasa, roda sejarah telah berputar 60 kali. Jembatan demi jembatan telah selesai dibangun oleh Sang Bung dan para penerusnya. Sang Arsitek (yang benar-benar insinyur arsitek, meskipun karya arsitekturnya penuh kegagalan) telah menorehkan arsitektur pertama, dan paling mendasar – Jembatan Emas kemerdekaan. Dengan prinsip dasar seperti yang Beliau impikan dalam pidato tersebut.

Jembatan emas kemerdekaan telah dibangun oleh generasi Sang Bung. Kereta sejarah terus bergulir, Jembatan kedua –entah emas, entah kertas – yang mengharuskan talak 3 pada faham komunisme juga telah diresmikan oleh Pak Harto. Amien Rais telah memimpin pondasi terowongan baru menuju cita-cita Sang Bung dengan merombak pondasi politik dasar negeri ini. Diantara lintasan tersebut, Habibie, Gus Dur, Megawati juga telah berperan tidak kalah pentingnya dalam setiap stasiun kereta sejarah Republik ini.
Kali ini Pak SBY telah bersumpah akan membawa kita ke Terowongan Emas, menuju harapan bersama, tanpa korupsi, tanpa nepotisme, tanpa kong kalikong. Negeri yang akan menjadi makmur, adil dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Setiap rangkaian sejarah selalu ada saja penumpang gelap, pedagang gelap, bahkan masinis gelap yang berpeluang membelokkan arah kereta. Saatnya kita waspada pada mereka, jangan sampai mereka menentukan arah sejarah sesuai dengan mimpi buruk mereka. Kita harus benar-benar waspada! Dan yang utama jangan-jangan kitalah mereka itu! Saatnya berintrospeksi diri, dan selalu ingat musuh terbesar selalu menempel pada hati kita.

(Sudarmono Moedjari, Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati budaya & teknologi)

Tidak ada komentar: