Kamis, 07 Agustus 2008

Jalan Raya Daendels

Bagi kita yang di Banten sebagai perantauan, perjalanan mudik menjelang lebaran merupakan tradisi rutin yang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Bagi sebagian besar pemudik yang melalui perjalanan darat, sudah barang tentu pesinggungan dengan Jalan Raya Daendels pasti terjadi. Tetapi bagaimana jalan raya Daendels dibangun, kita sangat sedikit mengetahuinya, bahkan mana saja bagian jalan raya tersebut yang masih tersisa, sangat susah ditelusuri.

Pembangunan Jalan Raya Daendels, merupakan sejarah penting bagi pembangunan peradaban modern tanah Jawa. Pembangunan jalan raya ini telah memperpendek waktu tempuh antar kota-kota penting di Jawa. Anyer- Jakarta (Batavia) saat Daendels mendarat pertama kali di tanah Jawa harus ditempuh selama empat hari, empat malam. Seusai pembangunan jalan raya, waktu tempuhnya hanya satu hari saja! Usai proyek ini, maka kota-kota Anyer, Cilegon, Banten Lama, Serang, Tangerang, Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang, Cirebon dan dilanjutkan ke Brebes, Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, sampai ke Panarukan terhubung dengan Jalan Raya Pos Daendels

Pembangunan jalan ini juga tercatat sebagai prestasi monumental kelas dunia seorang Daendels dalam memimpin Hindia Belanda. Jalan sepanjang 1000 kilometer dikerjakan hanya dalam waktu sekitar satu tahun (1808)! Bandingkan dengan Jalan Tol Cipularang sepanjang 100 kilometer yang harus dibangun dalam waktu lebih dari 3 tahun. Tanpa alat berat, tanpa komputer, tanpa kalkulator, tanpa bantuan modal investasi luar negeri yang menjerat!

Dalam sejarah, Banten mencatatkan diri sebagai kota penting dalam karir Daendels sebagai Gubernur Jendral Belanda. Menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan Anyer, 5 Januari 1808, Daendels mengemban misi mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Angkatan Laut Inggris. Pertarungan Perancis-Inggris di Eropa yang menyeret Belanda dalam kungkungan Pemerintahan Perancis memaksa Hindia Belanda jatuh pada pengaruh Perancis (Napoleon Bonaparte). Daendels yang berdarah Belanda tetapi memiliki pandangan ideologi pembebasan Perancis ditunjuk untuk memimpin mengamankan posisi Hindia Belanda.

Perjalanan panjang menuju Hindia Belanda harus dilalui memutar melewati pantai Amerika, untuk menghindari gejolak perang memaksa Daendels membuang segala identitasnya (dan mengganti nama dengan nama istrinya), termasuk beslit pengangkatannya sebagai Gubernur Jendral. Tanpa surat apapun Daendels tiba di Anyer. Perlu waktu 4 hari, 4 malam sebelum sampai ke Batavia. Kesan mendalam perjalanan pertama ini memunculkan inisiatif untuk segera “membangun” jalan Anyer-Batavia, yang selanjutnya merembet sampai ke Panarukan.

Kondisi pasukan Inggris yang telah mendarat di Gresik, beberapa kali sekoci lawan mengobrak-abrik kapal dagang Belanda, juga pundi-pundi keungan yang semakin menipis, serta korupsi dan mis-manajemen yang merajalela pemerintahan Hindia Belanda memaksa Daendels mewujudkan impiannya dengan cara pemerintahan tangan besi. Tahap pertama, ia memerintahkan Sultan Banten Abdul Nasar mengirimkan 1.500 tenaga kerja rodi untuk memulai pekerjaan tersebut. Hampir semua tenaga kerja rodi itu tewas karena beratnya pekerjaan dan penyakit malaria. Keinginan Sultan untuk mendapatkan keringanan bahkan dijawab Deandels dengan perintah penyerahan diri Patih Wargadireja dan penyediaan 1.000 pekerja rodi tiap hari. Pembangkangan di Bantenpun dimulai, dan konflik dengan Gubernur Jendral tak terelakkan. Daendels memimpin langsung penyerangan Kota dan Keraton Banten. Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon, patih Wargadireja ditembak dan mayatnya dibuang ke laut. Sementara Banten telah takluk, Proyek Jalan Raya Pos tetap diteruskan, dan darahpun berhamburan keluar dari tubuh rakyat jelata.

Tercatat lebih dari 12.000 orang harus gugur dalam pembangunan infrastruktur penting pulau ini. Mayat-mayat tak terurus berserakan disana-sini. Kuburan-kuburan masal berserakan sepanjang lintasan jalan raya antara Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur). Perlawanan muncul disana-sini. Banten dihancurkan, Cirebon dipecah belah, Mataram diadu domba. Rusak sudah tatatan kolonial lama. Entah lebih baik entah lebih buruk. Entah memicu ketakutan, entah memicu semangat untuk merdeka. Yang pasti, sekarang tidak banyak orang yang peduli pada peristiwa tersebut, meskipun monomen kuburan, monumen jalan raya pada sebagian ruas masih menyisakan potret lama, semasa Daendels berkuasa. Lihatlah Jalan Raya Serang - Banten Lama. Jalan ini adalah sisa-sisa Jalan Raya Pos Daendels yang masih relatif utuh.
(Sudarmono Moedjari , Mantan Ketua HMI Cabang Surabaya 1986-1987, pemerhati teknologi dan budaya, alamat email: darmono@kit.co.id)

Tidak ada komentar: